"Faktor hujan sangat berpengaruh, misalkan satu hari petik (cabai) satu kuintal per hektar, kemudian selama tiga hari kedepan, petik tidak bisa sama satu kuintal per hektar, jika hujan yang merah langsung alami penurunan, jangankan hujan, mendung saja bisa melambat kalau rawit," ungkapnya.
Dirinya mengakui, selain faktor alam, komoditas cabai rawit merah yang ditanam oleh petani di wilayah Jawa Tengah harus melawati sembilan mata rantai distribusi hingga sampai ke tangan konsumen.
"Dari tangan petani sampai ke konsumen bisa sembilan, itu harus dipangkas," paparnya.
Petani sebagai motor produksi pangan dinilai belum mampu mengendalikan dan memangkas mata rantai distribusi pangan yang masih panjang.
Menurutnya, saat ini kelompok tani binaannya telah memotong rantai distribusi ditingkat pengepul dan pengirim, hingga barang produksi petani langsung dikirimkan ke bandar di Jakarta.
"Bisa saja kelompok tani kirimkan sendiri, tetapi tidak ada jaringan, mereka (bandar) kuasai jaringan, meski kita buka kios dipasar, tapi keamanan bagaimana, penipuan sangat tinggi, dan kita tidak berani," ungkapnya.
Dugaan Permainan Nakal
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mensinyalir, fenomena lonjakan harga cabai diduga kuat karena ada pihak-pihak yang mendistorsi pasar, terutama dijalur distribusi, modus operandinya pun beragam, mulai dari penimbunan, praktik kartel oleh pedagang besar hingga distributor.
YLKI mendesak agar pemerintah menindaklanjuti persoalan lonjakan harga cabai melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) agar melalukan pengusutan dan penyidikan yang mengarah pada tindak pidana ekonomi.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, selaku pihak yang bertangung jawab terhadap produksi komoditas pangan, selalu mengakui bahwa produksi cabai di Indonesia tidak mengalami masalah, hanya faktor curah hujan yang tinggi dan petani cabai tidak dapat melalukan panen.
Dirinya juga mengakui, produksi cabai saat ini masih mencukupi kebutuhan dalam negeri.
"Tapi produksi aman kan, tidak ada impor, cabai, bawang, dan beras," ungkapnya.( Pramdia Arhando Julianto)