Sebagian keuntungan dari usaha warteg dan kios rokok, Yudi kumpulkan untuk membuka warteg sendiri tanpa kerjasama dengan orang lain. Angannya terwujud, ia mendirikan warteg di daerah Pangeran Antasari, Jakarta Selatan.
Bahkan, mertuanya ikutan bergabung lantaran usaha wartegnya gulung tikar. “Yang memasak istri saya. Mertua saya bisa bikin warteg juga, karena istri saya. Soalnya, istri saya sempat ikut orang bekerja di wartegnya,” beber Yudi.
Waktu itu, kedua wartegnya belum memakai nama Warteg Kharisma Bahari. Warteg di Cilandak bernama Warteg MM, yang merupakan singkatan dari modal mertua. Sedang yang di Antasari, namanya Warteg Akrobu, yang Yudi ambil dari nama guru spiritualnya.
Kemudian, dia buka warteg yang ketiga. Lokasinya, di warteg pertama yang tutup karena kerjasama dengan sang teman berakhir.
Di sini, ia mulai menggunakan nama Warteg Kharisma Bahari. “Nama Kharisma dari hati, tiba-tiba dapat ilham saja. Sejak pakai nama Kharisma, tiap tahun cabang saya tambah,” ungkap Yudi.
Untuk pengelolaan cabang, Yudi menyerahkan ke karyawan. Tapi ternyata, terjadi kebocoran: pengeluaran lebih besar tapi pemasukannya lebih sedikit dibanding warteg yang ia kelola sendiri. “Akhirnya saya kepikiran, daripada saya stres buka cabang seperti ini, lebih baik merekrut saudara sendiri dan teman,” ujar dia.
Yudi menerapkan bagi hasil dalam kerjasama ini. Meski begitu, modal seluruhnya dari Yudi. Dalam kongsi itu, keuntungan dibagi dua, antara Yudi dengan saudara atau temannya yang menjalankan cabang Warteg Kharisma Bahari.
Dalam perjalanannya, para pengelola cabang warteg milik Yudi berhasil mengumpulkan uang dari bagi hasil itu. “Mereka bilang ke saya, kami, kan, sudah punya modal, bisa enggak kami kayak Mas Yudi, punya warteg sendiri, dan tolong carikan kami lokasi,” beber Yudi.
Yudi pun menyanggupi permintaan tersebut. Ia mematok harga Rp 100 juta. Mitra mendapat paket komplet, mulai peralatan dapur, makan, etalase, renovasi warung termasuk dua kamar tidur dan kamar mandi, hingga televisi, tapi belum termasuk sewa tempat.
Sejak itu, cabang warteg Yudi terus bertambah. Sebab, saudara dan teman para mitranya juga ingin punya warteg sendiri seperti mereka. “Ini jadi iklan berjalan saya,” ujarnya.
Perkembangan cabang wartegnya semakin pesat pasca Yudi bertemu teman lamanya yang bekerja sebagai guru. Sang kawan menyarankannya untuk membuat website yang berisi penawaran waralaba Warteg Kharisma Bahari. “Jadi, saya bisnis begini, sebetulnya tidak sengaja,” sebut Yudi.
Saat ini, tarif waralaba untuk warteg ukuran sedang Rp 110 juta, belum termasuk sewa tempat. Untuk sumber daya manusia (SDM), baik pengelola, tukang masak, maupun pelayan, semua Yudi yang pilih.
Untuk pengelola atau yang bertanggungjawab terhadap operasional warteg, Yudi mengatakan, harus suami istri.
Sementara karyawan yang berjumlah dua sampai tiga orang, bisa yang belum berkeluarga. “Semua SDM ini saya datangkan dari kampung saya di Tegal. Jadi, saya kenal ataupun rekomendasi dari orang yang sudah saya kenal,” ungkap dia.