Perlu diketahui, minyak satu ini merupakan komponen utama yang sangat potensial nilai ekonominya.
Hal itu karena atsiri menjadi bahan baku dalam pembuatan parfum dan mayoritas negara di dunia menggunakannya dalam industri kosmetik, khususnya parfum.
90 persen minyak atsiri disebut-sebut berasal dari minyak nilam Aceh.
Hammam pun berharap agar Aceh bisa menjadi salah satu provinsi percontohan yang memanfaatkan teknologi dalam meningkatkan pembudidayaan minyak yang memiliki nilai ekonomi tinggi itu.
Selain itu, mantan Deputi bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) BPPT tersebut juga menyampaikan harapannya agar para milenial maupun masyarakat Aceh lainnya juga bisa membangun perusahaan start up yang berfokus pada bisnis perfumery atau wewangian.
"Kita perlu memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan budidaya (minyak atsiri) dan menghasilkan perusahaan pemula berbasis teknologi bidang pewangi dan perfumery," jelas Hammam.
Perintisan bisnis berbasis teknologi digital itu, kata dia, akan diperkuat dengan adanya sistem inovasi yang dikembangkan khusus untuk kedaerahan.
Dalam sistem itu, BPPT akan mengambil peran bersama lembaga pendidikan lokal untuk melakukan pengkajian dan penerapan teknologi demi menjawab tantangan di era Revolusi Industri 4.0.
"Yang mana ini akan dikuatkan oleh sistem inovasi daerah, yang menggabungan BPPT dari sisi pemerintah maupun akademik, untuk melakukan pengkajian dan penerapan teknologi," kata Hammam.