Dilansir Tribunnews dari KONTAN, sesuai dengan PSAK 23 pencatatan tersebut dimasukkan ke dalam pendapatan yang bila dananya belum diterima akan masuk ke post piutang.
"Kita mesti pahami ada dua pendapatan yaitu hak ekslusif dan pendapatan dari iklan. Pendapatan dari iklan ini yang ada profit sharingnya (dicatat)," ujarnya di Tangerang, Rabu (8/5).
Secara hitung-hitungan, nominal yang dicatat sebagai pendapatan dari Mahata merupakan pendapatan profit sharing yang berasal dari iklan.
Apalagi sesuai dengan kontrak kerjasama, maskapai BUMN ini menandatangani kontrak selama 15 tahun dengan Mahata.
"Karena ini profit sharing untuk pendapatan iklan, bagi Garuda tidak ada ruginya kasih 10-15 tahun. Walaupun kontraknya diputus, itu hak tagih sekitar 270 juta dolar AS itu tidak hilang," lanjutnya.
Yang jelas, menurutnya kerjasama dengan Mahata akan memberikan keuntungan bagi GIAA. Pasalnya, konsep bisnis Mahata membuat manajemen tidak perlu mengeluarkan dana investasi untuk penyediaan layanan wifi on board.
Sehingga manajemen bisa meraup pendapatan dari penyediaan spot dan profit sharing dari iklan.
"Sebelumnya Garuda harus bayar ke vendor (wifi) per bulan, karena bayar itu kami harus charge ke penumpang kalau tidak salah 21 dolar AS untuk long haul. Dengan model baru ini Garuda tidak keluarkan biaya untuk layanan wifi dan penumpang bisa dapat gratis," tutupnya.