TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Otoritas Jaksa Keuangan (OJK) tidak akan memberikan peluang kepada perusahaan-perusahaan jasa peminjaman dana lewat teknologi digital (fintech) ilegal.
Wakil Ketua Komisioner Otoritas Jaksa Keuangan (OJK) Nurhaida mengatakan, hingga akhir tahun lalu sudah hampir 900 perusahaan Fintech yang diberangus karena ilegal dan melakukan praktik curang.
"Sekarang satgas kami aktif sekali melakukan pemeriksaan. Sudah banyak yang ditutup," kata Nurhaida di Jakarta, Senin (20/5/2019).
Hingga saat ini menurutnya, masih ada sebanyak 258 perusahaan fintech yang beroperasi, termasuk 108 yang terdaftar dan 5 yang berizin memberi layanan peer to peer (p2p) lending.
Ia menjelaskan, fintech menjadi salah satu cara baru yang mampu membantu sektor perbankan menyalurkan pinjaman kepada masyarakat.
Baca: Nur Khamid Berbunga, Istrinya yang Bule Cantik Asal Inggris Mau Pulang
Baca: Istrinya yang Bule Cantik Itu Tak Kunjung Pulang dan Tutup IGnya, Ini Pembelaan Nur Khamid
Baca: Jokowi Dua Periode, Rupiah Dibuka Tak Bergerak
Baca: TERPOPULER - Jelang 22 Mei, Amien Rais dan Habib Rizieq Shihab Ditantang 6 Tokoh Relawan Jokowi
Kelebihan fintech adalah mampu menjangkau jaringan yang lebih luas hingga daerah terpencil.
Kalau bank hanya tergantung pada jaringan yang biasanya hanya sampai di daerah kecamatan,
Meskipun demikian, jelasnya, pembiayaan digital saat ini masih rendah.
Hingga Maret 2019 lalu total dana yang tersalurkan melalui fintech berjumlah sekitar Rp 33,2 triliun dengan 6,96 juta peminjam dari 272.548 pemberi pinjaman.
Padahal potensi pembiayaan di Indonesia saat ini masih sangat besar.
Menurutnya, dari data BPS saat ini 70 persen UMKM belum dapat akses pembiayaan dari perbankan.
"Sebenarnya ini jadi peluang yang baik bagi fintech karena bisa menjangkau areal yang lebih luas," ujarnya.