TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang berencana menaikan cukai rokok sebesar 23 persen per 1 Januari 2020, dianggap tergesa gesa dan mengecewakan banyak pihak.
Selain waktunya yang tidak tepat, saat kondisi perekonomian sedang tidak menggembirakan juga dapat menimbulkan dapak negatif berkepanjangan seperti mematikan industri rokok di tanah air, menyengsarakan masyarakat petani tembakau dan buruh rokok itu sendiri sekaligus dapat menghidupkan rokok ilegal.
Rencana implementasi kebijakan tersebut diminta untuk ditunda.
Hal tersebut disampaikan ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau (APTI) Agus Pamudji dan Pengamat Kebijakan Publik dari Public Trust Institute (PTI) Hilmi Rahman Ibrahim kepada pers, Sabtu (21/9/2019).
“Kami menyayangkan apa yang direncanakan oleh Menkeu Ibu Sri Mulyani Indrawati terlalu terburu buru, terlalu memaksakan. Pada saat petani tembakau saat ini sedang panen pemerintah menyampaikan rencana menaikkan cukai rokok sebesar 23%. ini sangat berdampak langsung pada pembelian tembakau di tingkat lokal," katanya.
"Pada saat kondisi ekoomi masyarkat sedang sulit, termasuk masyarakat petani tembakau, pemerintah hendak menaikan harga cukai yang sangat tinggi. Kami minta rencana itu ditunda,” papar K Agus Pamudji.
Baca: Kembali Dipanggil Presiden Joko Widodo, Adian Napitupulu Justru Minta Ampun Soal Jabatan Menteri
Baca: Gempa Bumi Berkekuatan Magnitudo 6,4, Minggu (22/9/2019) Guncang Maluku, Ini Penjelasan BMKG
Pihaknya sudah melakukan konsolidasi dengan pengurus APTI dan masyarakat petani tembakau dari berbagai daerah di seluruh Indonesia khususnya Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pertemuan diadakan guna membahas rencana kenaikan cukai rokok sebesar 23 persen yang sudah diumumkan Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu sekaligus membahas masa depan industri rokok di tanah air beserta dampak yang akan ditimbulkan terhadap petani tembakau jika rencana kenaikan tersebut jadi dilakukan.
“Produksi tembakau nasIonal ini mau tidak mau masih tergantung kepada pabrikan rokok nasional atau industry nasional gitu, ini kan berarti dampak yang paling buruk yang paling kena adalah di arus bawahnya yakni petani Tembakau," kata Agus.
Menurut Agus, di dalam ekosistem industri tembakau walaupun yang dipukul adalah industrinya tetapi yang akan jatuh adalah petaninya.
"Karena di Indonesia ekosistem pertembakauan ini masih ada petani petani dan tenaga kerja dari tembakau," tegas Agus.
Agus Pamuji berharap pemerintah dapat befikir lebih jernih dan lebih arif sebelum mengambil keputusan menaikan tarif cukai rokok.
Masyarakat petani khususnya petani tembakau sifatnya masih menjunjung tinggi sifat kegotongroyongan dan kerjasama. Industri rokok tidak hanya mengenai pabrikan. Melainkan juga ada petani tembakau ada pekerja industry rokok, kemudian ada pedagang asongannya.
"Nasib tenaga kerja dan petani tembakau serta para pedagang asongan rokok ini juga harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah," ujarnya.