"Padahal kita inginnya startup ini jadi ekosistem yang pro untuk menyerap tenaga kerja, akademisi dalam negeri untuk menjadi konsultan atau peneliti di perusahaan startup. Tapi dengan adanya pasal 42 ini, sudah over liberal saya kira, sehingga akan merugikan tenaga kerja Indonesia yang bekerja dalam perusahaan-perusahaan startup," terangnya.
Lebih lanjut, menurut Bhima tenaga kerja asing, mereka bisa melakukan riset antar negara misalnya tanpa pertemuan secara fisik, dengan webinar atau teleconference, jadi tidak memasukkan tenaga kerja asing.
"Jadi banyak kontradiktif yang ada di Undang-undang Cipta Kerja. Ingin mewujudkan ekosistem yang inovatif, yang lebih baik, tetapi terkesan ini tidak menguntungkan kepentingan nasional. Justru memberikan banyak tempat bagi kepentingan investor asing," ungkap Bhima.