Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menyiapkan insentif untuk produk maupun industri yang mendukung keberlanjutan dan memiliki eksternalitas negatif yang rendah.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Hidayat Amir mengatakan, isu lingkungan dan eksternalitas negatif merupakan isu yang sangat penting.
Menurutnya, pemerintah tanggap bahkan produktif dalam menanggapi perkembangan isu eksternalitas negatif.
Baca juga: Mobil Listrik Bikinan UGM Sabet 4 Penghargaan di Kontes Mobil Listrik Formula Internasional
Salah satu langkah konkret pemerintah adalah dengan memberikan berbagai insentif untuk mobil listrik melalui Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Seperti diketahui, mobil listrik merupakan salah satu produk yang memiliki eksternalitas negatif rendah dibandingkan mobil berbahan bakar minyak.
Baca juga: Honda Belum Akan Buru-buru Luncurkan Mobil Listrik di Indonesia
"Selain menyiapkan insentif untuk mobil listrik, ada juga disinsentif untuk mobil yang emisinya tinggi," ujar Hidayat, dalam webinar bertajuk Peluang Mendorong Investasi Saat Pandemi, pekan lalu
Badan Kebijakan Fiskal (BKF), menurut Hidayat, sudah lama menggagas pajak emisi karbon.
Instrumen yang akan digunakan yaitu cukai yang memang merupakan alat untuk membatasi eksternalitas.
Cukai ini nantinya akan menggantikan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) kendaraan bermotor.
"Kami menyiapkan PPnBM kendaraan bermotor ditranslasikan menjadi cukai dengan memasukkan eksternalitas emisi," kata Hidayat.
Tak hanya kendaraan bermotor, pemerintah juga akan terus mendorong berbagai insentif untuk produk rendah eksternalitas negatif lainnya.
Baca juga: Kementerian ESDM Berharap Makin Banyak Penelitian soal Mobil Listrik
Termasuk disinsentif untuk produk yang memiliki eksternalitas negatif yang tinggi.
"Kami terus mencoba mendorong sejalan dengan perubahan yang terjadi," imbuhnya.
Sebelumnya, Ekonom sekaligus mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, pemerintah perlu memberikan perlakuan fiskal yang berbeda untuk industri yang mendukung sustainability development.
Menurut Chatib, pemerintah harus melakukan intervensi dengan membuat treatment atau perlakuan yang berbeda bagi industri yang mengembangkan inovasi dalam rangka pengembangan keberlanjutan.
"Ekonomi tidak bisa lagi hanya diarahkan untuk pertumbuhan tanpa memikirkan pengembangan keberlanjutan," tuturnya.
Salah satu intervensi tersebut, menurut Chatib, adalah dengan memberikan insentif pajak untuk perusahaan yang mengembangkan keberlanjutan.
Sementara perusahaan yang memiliki eksternalitas negatif atau tidak mendukung sustainability dikenakan pajak lebih tinggi.