Brdasarkan catatannya, sepanjang 2020 Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan setidaknya menindak 8,155 peredaran rokok ilegal.
"Meskipun dalam suasana dan situasi pandemi yang mengancam semuanya, Bea dan Cukai tetap meningkatkan jumlah penindakan terhadap peredaran rokok illegal sebanyak 8.155 kali. Ini upaya yang sangat heroik," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan jumlah penindakan tersebut meningkat dibanding tahun 2019 sebanyak 5.774 kali. Sementara di tahun 2018 ada 5.200 kali penindakan dan di 2017 hanya 3.176 kali penindakan.
Sri Mulyani menjelaskan langkah yang dilakukan Ditjen Bea Cukai bekerja sama dengan pihak kepolisian hingga Pemda tersebut, bisa menyelamatkan pemasukan negara dalam bentuk cukai.
"Kami bisa menyelamatkan Rp 339 miliar untuk tahun 2020. Pada tahun sebelumnya Rp 247 miliar bisa diselamatkan. Sebelumnya 2018 diselamatkan Rp 225 miliar Ini angka yang sangat signifikan," katanya.
Sri Mulyani meminta semua pihak terkait tidak gampang puas dengan meningkatnya jumlah penindakan dan uang yang diselamatkan tersebut. Dia juga meminta Ditjen Bea dan Cukai tetap waspada dengan peredaran rokok illegal.
"Selama 4 tahun terakhir terlihat lebih dari 335 juta batang tiap tahun rokok illegal beredar. Semakin tinggi cukai semakin kita naikkan, semakin mereka bersemangat menghasilkan rokok illegal. Ini tantangan yang nyata," ujarnya.
Tanggapan YLKI
Terkait kenaikan cukai rokok mulai tahun depan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai hal itu merupakan hal baik untuk upaya pengendalian konsumsi.
Sekretaris Harian YLKI Agus Suyatno mengatakan, pihaknya mengapresiasi kenaikan cukai rokok hingga 12,5 persen pada 2021 nanti karena menilik dari tingkat inflasi ditambah dengan kondisi ekonomi tahun 2020.
"Tetapi kebijakan ini perlu dikawal agar efektif dalam menurunkan konsumsi rokok. Karena angka 12,5 persen adalah rata-rata, maka perhatian perlu difokuskan pada jenis rokok mana yang tarif cukainya naik paling tinggi," ucap Agus, Kamis (10/12).
YLKI mengharapkan agar angka kenaikan lebih tinggi minimal sama dengan tahun kemarin di angkat 23 persen rerata tarif cukai dan angka 35 persen kenaikan HJE.
"Agar tujuan pengendalian konsumsi rokok dan peningkatan penerimaan negara efektif, maka kenaikan tertinggi cukai rokok harus dikenakan kepada jenis rokok yang memiliki pangsa pasar terbesar," ucap Agus.
Ia menyebutkan, pangsa pasar terbesar sendiri yaitu sigaret kretek mesin (SKM) khususnya golongan 1 dengan produksi diatas 3 milyar batang per tahun.