CEO Grant Thornton Indonesia Johanna Gani memberikan pandangan tahun ini merupakan tahun yang berat bagi hampir seluruh sektor ekonomi.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi akan sangat ditentukan dengan pengendalian pandemi dan efektivitas dari vaksinasi.
"Salah satu kunci lain pemulihan ekonomi adalah menumbuhkan daya beli masyarakat dengan memastikan kelancaran percepatan penyerapan anggaran bantuan sosial dan berbagai stimulus ekonomi untuk mendorong daya beli," tutur Johanna, Selasa (22/12/2020).
Baca juga: Hingga November 2020, Utang Pemerintah Tembus Rp 5.910 Triliun
Terkait kebijakan new normal di tahun 2021, sebanyak 55 persen dari pelaku bisnis Indonesia meyakini orang-orang akan kembali bekerja di kantor, meskipun 32 persen pelaku bisnis lainnya berpendapat akan lebih banyak perusahaan masih menerapkan Working from Home (WFH).
Baca juga: Genjot Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Gunakan Pendekatan Big Data dan Kolaborasi
"Pelaku bisnis Indonesia juga berpendapat tantangan terbesar dalam mengatasi pandemi Covid-19 secara nasional adalah terkait perilaku masyarakat yang belum disiplin dalam mengikuti berbagai protokol kesehatan serta kebijakan yang diambil Pemerintah," kata Johanna.
"Tantangan tersebut diikuti dengan kepentingan-kepentingan politis yang dirasa masih berperan dominan atas kebijakan maupun regulasi yang diterapkan," tambahnya.
Baca juga: Presiden Jokowi Optimis Ekonomi Indonesia Bangkit 2021
Seperti diketahui tahun 2020, menjadi tantangan besar bagi keberlangsungan ekonomi global, termasuk Indonesia.
Pandemi virus Covid-19 telah berdampak pada seluruh sektor usaha yang membuat perekonomian Indonesia melambat.
Ekonomi Indonesia pun secara resmi memasuki fase resesi setelah mengalami minus dalam dua kuartal berturut-turut yaitu minus 5,32 persen pada kuartal II dan minus 3,49 persen pada kuartal III di tahun 2020.
Keyakinan Airlangga Hartarto
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Pemerintah telah mempersiapkan langkah mendasar dengan melakukan reformasi struktural yang akan mulai di awal tahun 2021, diharapkan hasilnya sudah mulai terlihat di sepanjang 2021.
Airlangga mengatakan, pemerintah menggunakan momentum ini untuk meraih peluang dalam mendorong pemulihan ekonomi, dengan melakukan reformasi struktural melalui kemudahan berusaha, pemberian insentif usaha, dan dukungan UMKM, untuk memberikan kepastian usaha dan menciptakan iklim usaha dan investasi yang lebih baik, sehingga penciptaan lapangan kerja dapat terealisasi.
"Salah satu pendorong utama (key-driver) yang diandalkan adalah melalui UU Cipta Kerja,” ungkap Menko Airlangga, dalam acara Outlook Perekonomian: Meraih Peluang Pemulihan Ekonomi di 2021, Selasa (22/12/2020).
Selain itu, sejumlah strategi lainnya turut disiapkan.
Diantaranya, melanjutkan Program Komite PC-PEN (Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional) di tahun 2021, dukungan kebijakan untuk pemberdayaan UMKM, penyusunan Daftar Prioritas Investasi (DPI), dan pembentukan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau SWF.
Sinyal pemulihan mulai terlihat, ekspor mulai pulih pada akhir 2020 dan tren ini diharapkan terus terjaga pada tahun 2021.
Indonesia telah mendapatkan kembali fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) yang tentunya akan mendorong ekspor Indonesia.
Transaksi Berjalan Indonesia pun pertama kalinya surplus sebesar 964 juta dolar AS atau 0,36 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sejak 10 tahun terakhir.
Kondisi ini juga didukung oleh Neraca Perdagangan Indonesia yang sampai dengan Oktober 2020 surplus sebesar 17,07 miliar dolar AS, serta cadangan devisa yang cukup tinggi sebesar 135,2 miliar dolar AS pada triwulan III/2020.
Indikator makro
Berdasarkan data PDB pada triwulan III tahun 2020 yang telah menunjukkan tren perbaikan, pemerintah optimistis akan terus berlanjut di Triwulan IV 2020 dan sepanjang tahun 2021.
Selain itu, tren perbaikan juga terlihat dari kinerja pasar saham dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. IHSG berada pada kisaran 6.100 dan rupiah pada posisi 14.100 per dolar Amerika, posisi yang relatif stabil dan mulai kembali atau bahkan lebih baik dari sebelum kondisi Covid-19.
Konsumsi domestik dan inflasi juga menunjukkan tren perbaikan, memperkuat fondasi pemulihan ekonomi dari sisi demand.
Permintaan domestik dan keyakinan konsumen yang membaik, memicu aktivitas produksi domestik.
“Di sisi supply, di tengah kontraksi ekonomi yang terjadi, masih terdapat sektor yang mampu bertahan dan tumbuh positif di sepanjang tahun 2020, seperti sektor Pertanian, Informasi dan Komunikasi, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, serta Jasa Pendidikan,” lanjut Menko Airlangga.
Peluang berikutnya berasal dari pemulihan harga komoditas utama Indonesia di pasar global, seperti CPO dan Nikel. Pulihnya harga komoditas ini akan memberikan dampak multiplier yang besar terhadap aktivitas ekonomi domestik sehingga dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Hal lain yang harus dimanfaatkan adalah aktivitas perdagangan internasional yang semakin terintegrasi, melalui perjanjian RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) secara luas oleh 10 negara ASEAN dan 5 Mitra dagang besar, serta kerja sama internasional lainnya.
Dengan berbagai tren positif, serta berbagai bauran kebijakan dan program, dengan memanfaatkan momentum dan meraih peluang pemulihan ekonomi, diharapkan ekonomi Indonesia dapat tumbuh di kisaran 4,5 persen hingga 5,5 persen di tahun 2021.
Namun, Airlangga menggarisbawahi bahwa berbagai upaya pemerintah tersebut tidak akan berhasil, tanpa dukungan dari seluruh pemangku kepentingan.
“Koordinasi dan sinergi antara pemerintah, dunia usaha dan seluruh komponen masyarakat harus terus diperkuat, untuk menjawab tantangan dan memanfaatkan peluang pemulihan ekonomi di tahun 2021,” ujarnya.