TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menyampaikan bahwa produk beras impor hanya menimbulkan masalah baru.
Menurut dia, produk beras impor memiliki jenis pera yang tidak banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia.
"Kenapa bermasalah? Berasnya tidak jelek. Beras bagus. Tetapi persoalanya satu jenis beras yang diimpor kebanyakan itu jenisnya pera," kata Buwas, sapaannya, dalam webinar Impor Beras Adu Nasib Petani vs Pemburu Rente, Kamis (25/3/2021).
"Pera itu tidak mayoritas dikonsumsi masyarakat Indonesia, kita biasa mengkonsumsi beras yang pulen," imbuhnya.
Untuk bisa diterima di kalangan konsumen komersial, produk beras impor itu pun harus disilangkan dengan beras lokal.
"Sehingga Bulog untuk menyalurkan ini harus di match dengan beras dalam negeri paling tidak 1 banding 1. Dengan begitu baru beras bisa diterima masyarakat kita," tuturnya lagi.
Bantah Mendag
Dalam kesempatan tersebut, Buwas juga menyanggah pernyataan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang menyebut serapan beras hanya 80 ribu ton.
"Jangan dikira kita hanya menyerap 80 ribu ton. Kita sudah serap 150 ribu ton dalam dua minggu ini," tandasnya.
Bulog menargetkan penyerapan sampai April ini akan mencapai level 390 ribu ton. Artinya, jika ditambahkan sisa impor 900 ribu ton akan menembus 1,29 juta ton.
"Mei bagaimana? Kita akan serap lagi. Karena ini menyangkut harga diri negara kita dan mendukung petani," ucap Buwas.
Baca juga: PDIP Singgung Pemburu Rente Terkait Wacana Impor Beras
Baca juga: Beras Pera Jadi Alasan Dirut Bulog Juga Tolak Rencana Impor
Yakin surplus
Maka, Bulog menekankan bahwa wacana impor beras tidak seharusnya dilakukan karena melihat produksi beras nasional sangat lebih dari cukup.
Hanya saja kendala yang dihadapi petani adalah alat pengering (dryer) untuk gabah hasil panen.
"Setiap saya ke lapangan kasihan petani karena dia hanya menjemur tradisional. Saya berharap kita semua melihat akar permasalahan yang sesungguhnya. Saya berkeyakinan bahwa beras kita surplus sesuai angka ramalan BPS," kata Buwas.
Buwas menjamin ketersedian beras akan aman bahkan sampai musim panen selesai sekalipun.
Dia menilai agar seluruh pihak jangan mudah terbelenggu dengan persoalan beras padahal ada komoditas alternatif lainnya seperti jagung, ubi, dan singkong yang tidak pernah dibicarakan.
"Saya bisa buktikan beras juga bisa dibuat dari jagung dan singkong ini sudah terbukti. Ini bukti kita menunjukkan kedaulatan pangan. Mungkin betul warning krisis pangan dunia. Tapi kita yakin Indonesia kuat mengutamakan beras lokal," tandasnya.
Stok rendah
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyampaikan persoalan gabah basah membuat penyerapan Bulog di lapangan tidak maksimal.
Baca juga: PDIP: Impor Beras Rendahkan Kecerdasan Rakyat Petani, Mendag Harus Pahami Semangat Indonesia Merdeka
Baca juga: Dirut Bulog Budi Waseso: Belum Apa-apa Impor Beras, Ini Masa Panen
Itu karena Bulog memiliki aturan soal tingkat kekeringan tertentu gabah yang bisa disimpan di gudang.
Begitu juga dengan ion stock Bulog yang dinilai sudah sangat rendah, bahkan terendah sepanjang sejarah di bawah level 500 ribu ton.
"Penyerapan Bulog terhadap produksi petani sangat rendah yakni hanya 85 ribu ton dari target yang seharusnya 500 ribu ton di musim panen raya," kata Mendag.
"Bukan salahnya Bulog, karena gabah hasil panen petani itu basah dan Bulog memiliki ketentuan untuk menyerapkan gabah yang kering sesuai ketentuan untuk disimpan di gudang," imbuhnya. (Tribunnews/Reynas Abdila/tis)