Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Investor disarankan menjauhi sementara saham-saham dari emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sepanjang tahun ini jika tidak ingin merugi karena harganya sudah kemahalan.
Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji Gusta Utama mengatakan, mayoritas saham BUMN sudah naik pesat sejak pandemi hingga akhir tahun 2020.
Karena itu, saham-saham BUMN tahun ini diperkirakan sudah masuk fase jenuh, sehingga tidak ada peluang untuk naik lebih tinggi lagi, di antaranya PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
"Harga saham BUMN ke depan, di antaranta kalau dilihat Antam pergerakannya sudah tidak masuk fase uptrend lagi. Antam dari akhir 2020 hingga Januari 2021 di level 2.000-an, masih fase konsolidasi," ujarnya saat dihubungi Tribunnews, belum lama ini.
Menurut Nafan, kalaupun investor mau coba masuk kembali ke saham-saham BUMN hanya jika muncul sentimen berita positif.
Baca juga: Wijaya Karya Bukukan Kenaikan Laba Bersih Jadi Rp 322,3 Miliar di 2020
"Misalnya si trader melihat adanya potensi kenaikan dari berita. Ini untuk investor yang mau masuk ke saham BUMN non big caps, kalau Antam dan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) tidak konsisten," katanya.
Baca juga: 27 Calon Emiten Baru Siap Melantai di Pasar Modal
Selain investor bisa mencari sedikit peluang dengan mengandalkan analisis teknikal untuk cari titik masuk kembali, bisa juga berharap dividen.
Baca juga: Besar Pasak daripada Tiang, INDEF Sebut Utang BUMN Jauh Lebih Besar dari Labanya
"Bisa untuk yang berharap dividen, kalau sudah dapat, bisa melepas saham tersebut. Namun, saran saya tinggalkan saham BUMN ke perusahaan terbuka swasta big caps, bisa dari bank dan konsumer yang rajin bagi dividen," pungkas Nafan.