TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Janji pemerintah yang akan memberikan insentif bagi para pengusaha warung Tegal (Warteg) yang ada di wilayah Jabodetabek selama masa pandemi Covid-19 ditagih.
Ketua Koordinator Warteg Nusantara, Mukroni mengatakan, selama ini para pengusaha Warteg di Jabodetabek tidak pernah menerima insentif dari pemerintah.
Atas dasar itu Mukroni menyebut bahwa janji pemerintah memberikan insentif-insentif bagi pengusaha Warteg hanyalah pencitraan belaka.
"Berbicara insentif dari pemerintah itu hanya pencitraan, tidak ada itu di lapangan. Semuanya rakyat disuruh gerak sendiri. Hanya omongan semua, tidak ada insentif yang diberikan. Jangan omong doang," ujar Mukroni kepada Tribun Network di Jakarta, Jumat (7/5/2021).
Mukroni mengungkapkan, 75 persen dari 50 ribu pengusaha Warteg yang ada di wilayah Jabodetabek telah mudik lebaran sebelum 6 Mei 2021.
Mereka memutuskan untuk mudik dikarenakan kondisi perekonomian yang kian terpuruk di masa pandemi Covid-19.
Di tengah situasi itu, pemerintah dinilai para pengusaha Warteg tidak dapat memberikan solusi terbaik dalam membenahi kondisi perekonomian masyarakat kelas bawah.
"Pemerintah tidak memberikan solusi terhadap perekonomian masyarakat bawah. Ramadan ini justru mereka (pengusaha warteg Jabodetabek) semakin terpuruk ekonominya," kata Mukroni.
"Hampir separuh pengusaha warteg Jabodetabek sudah pulang, balik, sudah mudik, karena tidak ada yang diharapkan dari pemerintah," sambung Mukroni.
Berikut petikan wawancara lengkap Tribun Network dengan Koordinator Warteg Nusantara Mukroni.
Di tengah larangan mudik lebaran, sudah berapa pengusaha Warteg se-jabodetabek yang telah mudik?
Di tahun kedua pandemi Covid-19 ini justru banyak yang mudik karena Pemerintah tidak memberikan solusi terhadap perekonomian masyarakat bawah.
Ramadan ini justru mereka (pengusaha warteg Jabodetabek) semakin terpuruk ekonominya. Daya beli masyarakat masih nyungsep karena Pemerintah tidak fokus membenahi.
Hampir separuh pengusaha warteg Jabodetabek sudah pulang, balik, sudah mudik, karena tidak ada yang diharapkan dari pemerintah.
Apa alasan sebagian besar pengusaha Warteg yang mudik? Jika tidak mudik, apa alasannya?
Di Jakarta ini kehidupan yang semakin susah, warga kecil, dia punya kampung. Dia harus menghidupi keluarganya di kampung, dan harus bertahan hidup di Jakarta.
Sehingga, pada momen mudik ini mereka pulang untuk melepas kerinduan. Itu yang pertama.
Kedua mudik ini sebelum tanggal enam, jadi spend satu minggu, mereka yang mudik harus melepas usahanya.
Biasanya di masa yang normal mereka tiga hari atau di hari bahkan mau lebaran dia bisa pulang. Ini sebelum tanggal 6 Mei mereka harus pulang karena mengikuti aturan pemerintah.
Mereka harus mengikuti Pemerintah karena mereka adalah rakyat biasa yang tidak punya daya.
Sementara melihat para WNA masuk Indonesia dengan berbondong-bondong sementara rakyat sendiri dilarang untuk bertransportasi dari satu titik ke titik yang lain (bepergian). Ini adalah menyangkut masalah keadilan.
Sebagai koordinator pengusaha warteg Jabodetabek, apakah Anda juga berencana mudik?
Saya tidak pulang karena kondisi Pemerintah yang seperti ini. Sehingga saya memilih untuk tidak mengambil risiko, sehingga saya stay di Jakarta dan saya bisa menahan diri.
Saya juga menjaga semua kesehatan pengusaha warteg, karena bagaimanapun hidup harus berlanjut. Baik ada Pemerintah ataupun tidak.
Kita harus melanjutkan kehidupan kita berdagang sehingga kita bisa menghidupi keluarga apapun yang terjadi.
Jumlah pemilik usaha warteg Jabodetabek yang sudah mudik ada berapa banyak?
Pengusaha warteg Jabodetabek mudik mungkin karena tidak ada insentif dari pemerintah yang menarik agar warga komunitas warung Tegal tidak mudik.
Mereka hanya melarang, melarang, tapi tidak ada insentif yang diberikan pemerintah kepada warteg.
Hampir separuh lebih yang mudik, dulu yang sudah mudik karena tidak melanjutkan berdagang sudah ada 50 persen.
Sekarang ini yang mudik hampir 75 persen dari total jumlah komunitas warteg yang ada di Jabodetabek. Kira-kira mungkin 50 ribu, sekarang tinggal 10 ribu. Jadi hampir 75 persen sudah pulang kampung.
Selama masa pandemi Covid-19 ini apakah para pengusaha Warteg tidak memperoleh insentif dari pemerintah?
Berbicara insentif dari pemerintah itu hanya pencitraan, tidak ada itu di lapangan. Semuanya rakyat disuruh gerak sendiri.
Mereka hanya omongan semua, tidak ada insentif yang diberikan. Jangan omong doang, makanya mereka mudik. Kalau mereka di Jabodetabek dapat insentif, mereka akan rela untuk tidak mudik.
Tapi dalam kondisi Ramadan ini justru semakin terpuruk dibandingkan Ramadan pada pandemi pertama kemarin.
Karena kondisi pengangguran semakin banyak, daya beli semakin nyungsep, sehingga perekonomian semakin berat untuk pengusaha warteg.
Sementara mereka terbebani dengan kehidupan di Jakarta dan di kampung. Dan momen lebaran ini untuk pelipur lara dengan kondisi ekonomi kayak begini, mereka pasrah.
Mereka yang penting bisa ketemu keluarga, melepas penat dan kerinduan dengan sanak saudara. Dan ini juga akan memberikan semangat nanti walau hanya seminggu atau dua minggu.
Tambahan, intinya Pemerintah tidak punya uang. Bank-bank juga sangat sulit untuk mengeluarkan pinjaman dalam kondisi begini mereka juga lebih berhati-hati, ya rezim ini kan nanti berganti.
Apa kendala atau tantangan lain yang kini harus dihadapi para pemilik usaha warteg di Jabodetabek?
Rakyat di bawah juga susah untuk mengakses kredit. Mereka lebih berhati-hati, kalau rezim ini berganti mereka juga nanti tidak mau bertanggungjawab terhadap kebijakan-kebijakan rezim yang tidak jelas.
Jadi ini (janji memberikan insentif) hanya pencitraan saja dari pemerintah lewat media-media, seakan-akan Pemerintah sudah berbuat banyak, tapi tidak.
Itu hanya untuk memberikan harapan, tapi harapan-harapan kosong. Itu yang terjadi di lapangan.
Ke depan apa yang akan dilakukan komunitas Warteg Jabodetabek untuk mengatasi keterpurukan ekonomi yang dialami?
Kita harus berjuang maksimal untuk menghidupi diri sendiri karena Pemerintah tidak bisa diharapkan. Dalam kondisi mereka tidak fokus, ada bangun ini, bangun itu, seakan-akan Pemerintah punya duit.
Tetapi terhadap kelompok masyarakat kelas bawah juga insentif tidak ada. Jadi yang diharapkan dari kami, kami harus mensiasati diri.
Para pengusaha warteg ini harus bisa hidup bagaimanapun. Kita ini istilahnya bukan orang yang baru lahir, kita juga punya tradisi semangat untuk berusaha.
Kita nanti coba menggalang kekuatan sendiri, bagaimana kemandirian, bekerjasama.
Kita harus menghidupi diri sendiri ketimbang kita harus mengharapkan pepesan kosong dari harapan Pemerintah. (tribun network/lucius genik)
Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Curahan Hati Ketua Koordinator Warteg Nusantara Mukroni: Insentif Pemerintah Cuma Pencitraan, https://jateng.tribunnews.com/2021/05/08/curahan-hati-ketua-koordinator-warteg-nusantara-mukroni-intensif-pemerintah-cuma-pencitraan?page=3.
Editor: rustam aji