Sutrisno bahkaN menyakini beberapa hotel di Jakarta telah menutup operasinya secara permanen karena tidak sebanding pemasukan dan pengeluaran yang ditanggung pelaku usaha.
"Kalau anggota PHRI di Jakarta, saya belum terima laporan ada penutupan. Tapi bukan berarti tidak ada. Di Jakarta itu kan ada sekitar 950 hotel, tidak semua jadi anggota kami. Saya kira yang bukan anggota kami banyak yang kesulitan," tuturnya.
Menurut Sutrisno, dari sekitar 950 hotel di wilayah Jakarta, hanya 20 hotel yang terlibat dalam program hunian untuk tenaga kesehatan dan tempat isolasi mandiri (isoman) untuk orang tanpa gejala (OTG).
Hotel yang masih bertahan di angka tinggi karena karena ikut program penginapan untuk nakes dan ikut program isoman bagi OTG.
"Mereka mungkin tetap mendapatkan tamu, tetapi sebagian besar hotel di Jakarta tidak ikut program itu," ujar Sutrisno.
Kendati demikian, PHRI menyatakan tetap mendukung kebijakan pembatasan itu untuk menghentikan pandemi Covid-19.
Sutrisno menyampaikan, sektor perhotelan diproyeksikan mengalami pemulihan pada 2023.
Selama masa transisi dua tahun itu pelaku bisnis perhotelan dituntut berinovasi dengan berbagai kondisi dan teknologi.
Langkah jangka pendek, PHRI mengharapkan adanya "cost reduction" atau efisien mengingat belum ada permintaan (demand) dari calon tamu hotel.
Untuk mencegah penutupan hotel lebih banyak, pemerintah diminta memberikan berbagai kelonggaran untuk sektor perhotelan, misalnya dengan memberikan berbagai relaksasi pajak dan listrik ke pelaku usaha hotel.
"Kami meminta dibantu menurunkan biaya-biaya, segala macam pajak, listrik dan lainnya," kata Sutrisno.
Sedangkan untuk jangka panjang industri perhotelan perlu beradaptasi dengan intelijensi artifisial, menyiapkan paket-paket "staycation" keluarga, hingga mengedepankan aspek kesehatan sebagai nilai jual.(tribun network/sen/dod)