"Saya kira, burden sharing ini sangat positif. Apalagi, ini didesain dengan mengacu pada pengelolaan fiskal moneter yang prudent, kredibel dan integritas," imbuhnya.
Berdasarkan SKB Jilid III ini, BI berkontribusi pada seluruh biaya bunga untuk biaya vaksinasi dan penanganan kesehatan melalui skema privat placement.
BI akan menyerapnya dengan maksimum limit Rp 58 triliun pada tahun 2021 dan Rp 40 triliun pada tahun 2022 dengan mempertimbangkan neraca BI.
Baca juga: Adopsi Teknologi Lambat, Bank Indonesia Sulut Akselerasi Penggunaan QRIS
Selain itu, jumlah pembelian SBN oleh BI dan jumlah penerbitan SBN dengan pembayaran kontribusi BI, dapat dilakukan perubahan sesuai dengan kebutuhan pembiayaan Anggaran Penanganan Kesehatan dan Kemanusiaan serta kondisi keuangan BI dengan kesepakatan tertulis antara Menteri Keuangan dan Gubernur BI yang merupakan satu kesatuan dan bagian tidak terpisahkan dari SKB III.
Said menjelaskan, ada dua dampak positif dengan burden sharing ini yakni:
Pertama, bila tanpa burden sharing ini, rasio belanja bunga terhadap PDB tahun 2021 diperkirakan 2,4%.
Namun, dengan burden sharing dua tahun sekaligus (2021 dan 2022) rasio belanja bunga terhadap PDB akan turun ke posisi 2,21% PDB.
Besaran rasio belanja bunga terhadap PDB ini akan terus turun pada tahun 2022 menjadi 2,19% PDB.
Tetapi bila tanpa burden sharing lebih tinggi dari 2021 sebesar 2,43% PDB.
Dengan burden sharing ini secara linier akan terus terjadi penurunan rasio belanja bunga terhadap PDB ditahun tahun mendatang.
Misalnya tahun 2023 menjadi 2,25% PDB bila tanpa burden sharing posisinya 2,49% PDB, tahun 2024 rasio belanja bunga dengan burden sharing menjadi 2,22%, dan bila tanpa burden sharing akan ke level 2,44% PDB.
Kedua, bukan hanya rasio belanja bunga yang akan turun dengan burden sharing ini.
Bahkan rasio belanja bunga terhadap belanja negara juta ikut turun.
Bila tanpa burden sharing, rasio belanja bunga terhadap belanja negara sebesar 14,7%.