News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

RI Waspadai Imbas Kasus Evergrande dan Gagal Bayar Utang Pemerintah AS

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Xu Jiayin, pendiri Evergrande.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah Indonesia kini mewaspadai berbagai dinamika perekonomian global yang berpotensi negatif pada perekonomian nasional.

Diantaranya, pembahasan plafon utang Pemerintah Amerika Serikat (AS) senilai 28,4 triliun dolar AS dan kasus gagal bayar perusahaan properti asal China, yakni Evergrande.

“Beberapa permasalahan seperti Evergrande yang ada di RRT, atau terjadinya pembahasan di bidang fiskal seperti debt limit di Amerika Serikat, ini semua menjadi faktor yang harus kita terus waspadai,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam webinar yang berjudul Optimisme Pemulihan Ekonomi, Rabu (29/9/2021).

Sebagai informasi sebelumnya, kongres Amerika Serikat (AS) menghadapi tenggat waktu yang semakin tipis terkait mengatasi plafon utang negara sebesar 28,4 triliun dolar AS.

Jika dikonversi ke rupiah, nilai tersebut setara dengan Rp405 ribu triliun (asumsi kurs dolar AS: Rp14.276).

Partai oposisi pemerintah yakni Republik, belum menyetujui rancangan undang-undang (RUU) penambahan plafon utang. Rancangan undang-undang ini penting untuk mencegah pemerintah AS dari ancaman berhenti beroperasi karena masalah keuangan.

Baca juga: Menteri Keuangan AS Kembali Peringatkan Parlemen Terkait Plafon Utang Rp 400 Ribu Triliun Lebih

Pada akhir Oktober atau awal November ini, Departemen Keuangan AS akan kehabisan uang untuk membayar kewajibannya, yang berarti Pemerintah menghadapi risiko gagal bayar bersejarah jika kongres tidak bertindak.

Baca juga: Rasio Utang Indonesia Terhadap PDB Melonjak, Menko Airlangga: Hampir Semua Negara Juga Naik

Sri Mulyani juga mengungkapkan, sambil menjaga dan memantau pemulihan ekonomi domestik, pemerintah tidak lengah akan adanya perubahan global yang begitu sangat dinamis.

Pihaknya terus melakukan koordinasi yang kuat dengan Bank Indonesia.

Baca juga: Masuk Masa Tenggang, Raksasa Properti China Evergrande Terancam Default Jika Tak Bayar Utang

Tujuannya untuk memonitor perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu, serta langkah-langkah koordinasi kebijakan lanjutan yang perlu ditempuh untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

“Saya juga bekerja sama dengan Gubernur Bank Indonesia untuk terus mengawal. Karena memang gejolak dan dinamika global pasti imbasnya akan masuk pada sisi dinamika makronya,” papar Sri Mulyani.

“Kita harapkan dinamika ini tidak mempengaruhi momentum pemulihan ekonomi kita yang kuat dan berkelanjutan,” pungkasnya.

Baca juga: Profil Xu Jiayin Pendiri Evergrande, Raksasa Properti China yang Punya Utang Rp 4 Ribu Triliun

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, rasio utang Pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami peningkatan.

Berdasarkan paparannya dengan menggunakan data per Juli 2021, rasio Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia terhadap PDB sebesar 36,60 persen.

Meskipun demikian, Menko Airlangga mengungkapkan, kenaikan rasio utang ini tidak hanya dirasakan oleh Indonesia. Namun kenaikan ini juga terjadi di negara-negara lain.

“Rasio utang memang naik 36 persen. Namun ini kita tidak sendirian, hampir semua negara rasio utangnya (juga) naik,” ucap Airlangga.

Kenaikan jumlah utang yang terjadi di berbagai negara sejalan untuk mendukung penanganan dampak pandemi Covid-19. Airlangga juga mengungkapkan optimisme pemulihan ekonomi nasional di tahun 2022.

Hal tersebut terlihat dari Leading Indicator sektor eksternal yang menunjukkan resiliensi yang baik di semester I-2021.

“Indikator sektor eksternal Indonesia menunjukkan kondisi yang relatif baik dan terkendali. Tercermin dari defisit transaksi berjalan yang rendah, cadangan devisa yang terus meningkat, ekspor impor yang naik signifikan, nilai tukar rupiah dan IHSG yang terjaga, yield obligasi pemerintah yang melandai, dan rasio ULN terhadap PDB dalam level aman,” bebernya.

Berdasarkan data terbaru Kementerian Keuangan (Kemenkeu) posisi utang pemerintah per akhir Agustus 2021 sebesar Rp 6.625,43 triliun.

Dengan jumlah tersebut, berarti rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga akhir bulan laporan sebesar 40,85 persen.

Dalam paparan APBN KiTa September 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, jumlah utang tersebut mengalami peningkatan Rp 55,27 triliun bila dibandingkan dengan posisi Juli 2021.

“Kenaikan utang tersebut karena ada peningkatan belanja, terutama untuk sektor kesehatan seperti penyediaan vaksin, infrastruktur kesehatan, dan hal lain terkait kesehatan masyarakat dan perlindungan sosial,” tulis bendahara negara, dikutip Senin (27/9/2021).

Ia kemudian menambahkan, kondisi peningkatan utang ini tak hanya dialami oleh Indonesia. Bahkan, hampir seluruh negara berkembang mengalami peningkatan utang. (Tribun Network/ism/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini