Kondisi keuangan tahun ini pun demikian. Per 15 Oktober diketahui bahwa dari Rp193,9 triliun alokasi anggaran penanganan Covid-19 untuk sektor kesehatan, baru terserap 53,9 persen.
"Dari kondisi tersebut sebenarnya Pemerintah masih memiliki sumber daya untuk memberikan akses layanan pemeriksaan PCR secara gratis kepada masyarakat," tutur Isnur.
Terdapat 2 (dua) permasalahan dari kondisi di atas.
Pertama, Koalisi menduga penurunan harga PCR karena sejumlah barang yang telah dibeli, baik oleh pemerintah/perusahaan, akan memasuki masa kadaluarsa.
Dengan dikeluarkannya ketentuan tersebut, Pemerintah diduga sedang membantu penyedia jasa untuk menghabiskan reagen PCR.
Sebab, kondisi tersebut pernah ditemukan oleh ICW saat melakukan investigasi bersama dengan Klub Jurnalis Investigasi.
Kedua, menurut Isnur, ketertutupan informasi mengenai komponen biaya pembentuk harga pemeriksaan PCR.
Dalam sejumlah pemberitaan, BPKP dan Kementerian Kesehatan tidak pernah menyampaikan informasi apapun perihal jenis komponen dan besarannya.
"Dari catatan di atas, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kesehatan dan Keadilan mendesak agar: Pemerintah menghentikan segala upaya untuk mengakomodir kepentingan bisnis tertentu melalui kebijakan," imbuh Isnur.
Koalisi Masyarakat Sipil, lanjut dia, meminta Kementerian Kesehatan membuka informasi mengenai komponen pembentuk tarif pemeriksaan PCR beserta dengan besaran persentasenya.
"Pemerintah harus menggratiskan pemeriksaan PCR bagi seluruh masyarakat," tuturnya.