Andi Gani mengaku heran dengan formula yang dipakai Pemerintah dalam menetapkan upah minimum sebagaimana di atur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Saat ini Undang-Undang Cipta Kerja tengah digugat di Mahkamah Konstitusi untuk uji formil dan materil. Dengan begitu, belum ada keputusan hukum yang tetap untuk UU Cipta Kerja tersebut.
"Karena aturan turunan dari UU Cipta Kerja ini belum inkracht, belum ada keputusan MK, maka harusnya formula lama yang dipakai. Kami minta Menaker menentukan formula yang tepat dan memenuhi rasa keadilan bagi buruh," jelas Andi Gani.
Dirinya meminta agar Anggota Dewan Pengupahan dari KSPSI baik itu melalui DPD dan DPC KSPSI berupaya memperjuangkan kenaikan Upah minimum 2022 secara maksimal.
Protes Kenaikan UMP Tahun 2022, Buruh Sebut Sangat Memalukan, Berikut Besaran UMP di 15 Provinsi
Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) memprotes keras keputusan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022 rata-rata sebesar 1,09 persen.
Pemerintah menetapkan kenaikan upah minimum berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Baca juga: Pengusaha Tidak Ikut Andil dalam Penentuan Harga Tes PCR
"Artinya kenaikan UMP tahun 2022 tertinggi hanya sebesar Rp 37.538 dan kenaikan terendah adalah hanya naik Rp 14.032. Ini sangat memalukan di tengah kondisi rakyat yang semakin sulit dan daya beli masyarakat yang semakin rendah," kata Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat dikutip Minggu (21/11/2021).
Menurutnya, pemerintah mempermalukan dirinya sendiri karena membuat aturan turunan berupa PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang justru bertentangan dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," tambahnya.
Dalam UU Cipta Kerja kenaikan upah minimum dihitung hanya berdasar variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi (bukan akumulasi).
Baca juga: Depenas Beberkan Alasan Pemerintah Normalisasi Upah Minimum di Indonesia
Namun dalam PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, ada tambahan formula baru yang ditetapkan sepihak oleh Pemerintah, yang tidak diatur dalam UU Cipta Kerja, yaitu penyesuaian nilai upah minimum ditetapkan dalam rentang nilai batas atas dan batas bawah.
Nilai batas atas upah minimum dihitung berdasarkan rata-rata konsumsi per kapita, rata-rata banyaknya anggota rumah tangga, dan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja pada setiap rumah tangga.
Nilai batas bawah upah minimum dihitung dari batas atas upah minimum dikalikan 50 persen.
Formula baru rentang nilai batas atas dan batas bawah dalam PP No. 36 tahun 2021 inilah yang membuat kenaikan upah minimum 2022 hasilnya justru di bawah inflasi ataupun pertumbuhan ekonomi.
Padahal berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi tertinggi didapat oleh Maluku Utara dengan kenaikan 12,76 persen, Inflasi tertinggi Bangka Belitung 3,29 persen.