TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Agraria Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengingatkan, masyarakat untuk melakukan aspek pencegahan agar terhindar mafia tanah. Di antaranya perlunya kepedulian dan kewaspadaan para pemilik tanah.
"Memang tidak mudah bagi BPN untuk mengantisipasi kalau diajukan balik nama. Perlu juga dari pemilik tanahnya melakukan upaya-upaya pencegahan, misalnya akan berikan kuasa, pelajari dulu dokumen surat kuasanya yang dibuat, serta jangan mudah menyerahkan sertipikat kepada orang lain," ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Penanganan Sengketa dan Konfik Pertanahan (PSKP) Kementerian ATR/BPN, R.B. Agus Widjayanto dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/11/2021).
Agus mengungkapkan, jika dalam kasus balik nama sertifikat tanah ini perlu dilihat, apakah ada kekurangan atau cacat karena tidak melalui prosedur. Itulah yang dinamakan cacat administrasi. Dengan adanya cacat administrasi, dapat juga dibatalkan proses balik namanya.
"Ketika ada cacat administrasi, meskipun tahapan prosedur administrasi dilalui, tapi ternyata peralihan hak itu didasarkan kepada dokumen-dokumen yang diperlukan. Namun, dokumen tersebut ternyata ilegal atau tidak absah sehingga perbuatan hukum jual belinya juga menjadi tidak absah," ungkap Agus.
Selain itu, Agus mengatakan, jika dalam proses jual beli dilakukan oleh orang-orang yang tidak mempunyai kewenangan ini maka dapat disebut cacat hukum.
"Jual beli sehingga disebut cacat hukum atau yuridis ini bisa kita batalkan. Namun untuk bisa kita kembalikan keadaan semula, BPN akan meneliti apakah benar ada cacat di dalam administrasinya," jelas dia.
Baca juga: Update Kasus Mafia Tanah Keluarga Nirina Zubir, Hari Ini Notaris yang Terlibat Diperiksa Polisi
Lebih lanjut Agus mengatakan, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai kepanjangan tangan dari Kementerian ATR/BPN yang sudah didelegasikan kewenangan untuk membuat akta tanah.
Maka peran PPAT sangat diperlukan dalam hal membuat akta jual beli tanah, guna memastikan pihak-pihak yang melakukan jual beli benar.
"PPAT harus memastikan pihak-pihak yang akan melakukan transaksi ketika membuat akta jual beli, apakah mereka memang pihak yang berhak dan berwenang untuk melakukan transaksi jual beli. Para pihak yang melakukan jual beli itu harus bersama dihadapan PPAT ketika membuat akta, dibacakan aktanya. Dengan demikian, para pihak benar-benar yakin kepada pihaknya," jelas Agus.
Agus mengatakan, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Tanah yang berkolaborasi dengan Kepolisian dan Kejaksaan Agung.
Tim Satgas Anti-Mafia Tanah telah dibentuk sejak 2018. Kolaborasi tersebut hingga saat ini telah menangani lebih dari 80 kasus pertanahan terindikasi mafia tanah.
“Tugas Kementerian ATR/BPN ialah mendukung data dan kajian di sisi administrasi pertanahan,” ujar Agus.
Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik Pertanahan, Daniel Adityajaya, menyampaikan, Satgas Anti-Mafia Tanah mempunyai Target Operasi (TO) sebanyak 61 target. Maka dari itu, Ia mengatakan bahwa perlu dituntaskan karena mafia tanah merugikan banyak orang.
"Sudah jelas mafia harus diberantas karena dari segi kualitas dan kuantitas merugikan. Secara kualitas, tanah kebutuhan pokok harganya selalu naik sehingga nilai ekonomis tinggi. Selain itu, penyerapan tenaga kerja juga dapat berdampak," ujar Daniel.
Baca juga: Komentari Mafia Tanah di Kasus Nirina Zubir, Menteri ATR/BPN: Jaringan Mereka Luas