TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri BUMN Erick Thohir membawa solusi nyata dalam menghadapi krisis batu bara yang menerpa PT PLN (Persero).
Solusi nyata Eick adalah melalui transformasi PLN, mulai dari restrukturisasi direksi, membuat subholding Power Plant atau Pembangkit dan mendorong keberlanjutan transisi energi baru terbarukan (EBT) yang sejalan dengan komitmen zero emission 2060.
"Kalau kita sebagai negara yang punya sumber daya alam besar tidak punya rencana, apalagi tidak menjaga untuk tidak terjadi krisis, ini adalah kesalahan besar," tegas Erick di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (07/01/2022).
Sejatinya krisis batu bara di PLN telah terjadi pada Januari 2021 lalu.
Kala itu, terjadi badai La Nina, yang memicu banjir di berbagai daerah sehingga menyebabkan produksi batu bara menurun dan pengiriman terhambat.
Baca juga: Cerita Erick Thohir, Sidak ke Kantor PLN hingga Copot Direktur Gara-gara Masalah Suplai Batu Bara
Namun, menurutnya, krisis batu bara seharusnya bisa diantisipasi dengan baik, mengingat Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar ke-3 di dunia.
“Sebetulnya jika selama ini dilakukan dengan baik, kelangkaan batu bara itu tidak perlu terjadi. Kenapa sejak Januari 2021, saya memimpin rapat tidak hanya PLN, asosiasi batu bara, kita ajak kejaksaan, kita ajak juga BPKP dari Kementerian ESDM juga kita ajak bicara. Kita punya kesepakatan, tetapi kalau kesepakatan itu tidak dijalankan krisis akan terjadi lagi dan ini tidak boleh terjadi lagi,” tutur Erick.
Berdasarkan hasil rapat tersebut, pembelian batu bara secara jangka panjang.
Erick meyakini hal tersebut bisa dilakukan, mengingat adanya domestic market obligation (DMO) atau kewajiban memasok batu bara untuk kebutuhan domestik, dalam hal ini untuk PLN.
"Kalaupun harganya lebih murah dari DMO di dalam catatan itu boleh dinegosiasi ulang sesuai dengan harga pasar. Kan kalau harganya lebih mahal dari DMO, maka yang dipakai harga DMO. Cuma bagaimana kalau harganya lebih murah dari DMO? Masa pakai harga DMO? Nah karena itu kita memakai fleksibilitas harganya, bisa lebih murah, tapi kontraknya panjang dan harga per tahunnya bisa di-review," terang Erick.
Namun setahun berselang, permasalahan yang sama masih ditemui sehingga krisis terjadi kembali. Presiden Jokowi pun mengambil langkah tegas dengan menghentikan ekspor mulai dari tanggal 1 hingga 31 Januari 2022 dan menginstruksikan kementerian terkait untuk menyelesaikan permasalahan krisis ini sampai selesai pada hari Senin (03/01).
Padahal, berdasarkan data PLN per tanggal 5 Januari lalu, belum seminggu sejak kebijakan pelarangan ekspor batu bara diberlakukan oleh Presiden Jokowi, perusahaan kelistrikan pelat merah tersebut telah mendapatkan pasokan 13,9 juta Metrik Ton (MT) batu bara.
PLN harus memastikan 20 juta MT batu bara untuk membuat ketersediaan batu bara di pembangkit listrik dalam kondisi aman dengan minimal 20 hari operasi di bulan Januari 2022.
Dengan ini, perlahan-lahan krisis batu bara dapat dihindari.