Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut produsen batubara tidak disiplin menjalankan amanat pemenuhan batubara untuk dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).
Dalam aturan, DMO batubara yaitu minimal 25 persen dari total produksi per produsen, di mana harganya dipatok 70 dolar AS per ton.
Ketidaksiplinan tersebut, dinilai Arifin membuat pasokan batubara untuk pembangkit listrik milik PLN menjadi krisis, yang akhirnya berpotensi 10 juta pelangganya padam listrik.
Baca juga: Menteri ESDM Sebut BBM Jenis Premium Secara Alami akan Tergantikan
"Jadi sebetulnya kalau pemasok ini disiplin memenuhi komitmennya, kita tidak perlu mengalami krisis. Indikasi krisis yang terjadi itu dimulai di Agustus lalu," kata Arifin secara virtual, Rabu (12/1/2022).
Menurut Arifin, pemerintah sudah melakukan langkah cepat mengatasi krisis pasokan batubara ke PLN pada waktu itu, namun bulan-bulan berikutnya bukannya makin membaik tapi malah mengkhawatirkan.
Sehingga, akhirnya pemerintah melakukan larangan ekspor batubara sebagai upaya pemenuhan batubara di dalam negeri.
"Prioritias utama bagaimana kita bisa menjaga ketersediaan suplai lsitrik untuk masyarakat karena kebijakan DMO 25 persen itu mandat yang harus ditaati," paparnya.
Baca juga: Raih Funding Tambahan US$55 Juta, Ini Komitmen Pluang untuk Perluas Akses Investasi Masyarakat
"Ini makna dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar 45, sumber daya alam itu harus bisa dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Jadi apa jadinya kita mati listrik disebabkan oleh batubara yang notabene kita memiliki sumber yang besar," sambungnya.
Pada tahun lalu, produksi batubara sebesar 614 juta ton, atau 98,24 persen dari target 625 juta ton.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 133 juta ton diperuntukan bagi kewajiban pemenuhan stok dalam negeri, dan 435 juta ton lainnya untuk dikomersilkan.