TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, minyak goreng sederhana seharga Rp 14.000 per liter mulai tersedia pada pekan ini.
"Kita akan coba tengah minggu ini, mulai besok," kata Lutfi ditemui usai launching Holding BUMN Pangan, Rabu (12/1/2022).
Lutfi mengatakan, penyediaan minyak goreng tersebut bekerjasama dengan BUMN dan swasta.
Ia memastikan, proses akan dilakukan secara akuntabel.
Baca juga: Dengarkan Keresahan Warga, KSP Observasi Langsung Harga Minyak Goreng
Ia memprediksi harga minyak goreng akan stabil dan landai setelah 1,2 miliar liter minyak goreng subsidi diedarkan selama 6 bulan.
"Kalau harga tidak stabil dan landai kita akan teruskan 6 bulan kedua, jadi total nya (menjadi) 2,4 miliar liter," ucap Lutfi.
Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) Arief Prasetyo Adi mengatakan, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan Menteri Perdagangan dan PT Perkebunan Nusantara. RNI nantinya akan menjadi salah satu pihak distributor minyak goreng murah tersebut.
"Tadi dengan Dirut PTPN III, dengan pak Menteri Perdagangan juga disampaikan juga dalam meeting terpisah kemarin, bahwa seperempat produksi PTPN I sampai PTPN XIV sudah didedikasikan untuk minyak goreng yang harga Rp 14.000 dan ini juga didistribusikan melalui anak perusahaan RNI, PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia)," ujar Arief.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato mengatakan, pemerintah mengambil kebijakan untuk menyediakan minyak goreng untuk masyarakat dengan harga Rp 14.000 per liter di tingkat konsumen yang berlaku di seluruh Indonesia.
Baca juga: Harga Minyak Goreng Tinggi, Pemerintah Kota Madiun Jawa Timur Gelar Operasi Pasar
Guna menyediakan minyak goreng tersebut, pemerintah menyiapkan skema subsidi. Subsidi minyak goreng dilakukan selama 6 bulan.
Selama 6 bulan tersebut dibutuhkan minyak goreng sebanyak 1,2 miliar liter. Selisih harga yang ada saat ini akan dibayarkan melalui dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS).
"Dibutuhkan anggaran untuk menutup selisih harga ditambah dengan PPN itu sebesar Rp 3,6 triliun," terang Airlangga, dilansir dari Kontan dalam artikel "Pekan Ini, Minyak Goreng Seharga Rp 14.000 Per Liter Sudah Tersedia di Pasar".
YLKI Duga Ada Praktik Kartel
Harga minyak goreng masih mahal sudah hampir tiga bulan. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menduga ada praktik kartel di balik meroketnya minyak goreng di Indonesia.
Para produsen kompak menaikkan harga dengan dalih menyesuaikan dengan harga minyak sawit (CPO) di pasar global. Sejak dua bulan terakhir, minyak goreng juga berkontribusi besar terhadap inflasi.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, menyebutkan ada beberapa indikasi perilaku kartel di balik kenaikan minyak minyak dari banyak produsen secara serempak.
Baca juga: Fraksi Gerindra Heran Harga Minyak Goreng Masih Mahal di Pasaran
"Saya curiga ada praktek kartel atau oligopoli. Dalam UU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," kata Tulus saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (12/1/2022).
Kartel sendiri merujuk pada sekelompok produsen yang mendominasi pasar yang bekerja sama satu sama lain untuk meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan menaikan harga, sehingga pada akhirnya konsumen yang dirugikan.
Baca juga: Harga Minyak Goreng Tinggi, Pemerintah Kota Madiun Jawa Timur Gelar Operasi Pasar
Indikasi kartel paling tampak dari lonjakan harga minyak goreng, lanjut Tulus, adalah kenaikan harga minyak secara serempak dalam waktu bersamaan.
Di sisi lain, selama ini minyak goreng yang beredar di pasaran juga dikuasai oleh segelintir perusahaan besar.
"Kalau kartel pengusaha bersepakat, bersekongkol menentukan harga yang sama sehingga tidak ada pilihan lain bagi konsumen," terang Tulus.
Kalau pun kenaikan harga dipicu lonjakan permintaan, hal itu bukan alasan mengingat Natal dan Tahun Baru (Nataru) sudah berlalu, namun harga minyak goreng masih saja tinggi.
Terlebih, Indonesia adalah negara produsen sawit terbesar di dunia. Untuk pasar ekspor, produsen minyak sawit bisa berpatokan pada harga internasional.
Harga minyak CPO di pasar dunia yang tengah melonjak, tidak bisa jadi alasan untuk menaikkan harga minyak goreng yang dijual di dalam negeri.
Harga minyak goreng harus mengacu pada harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag).
"Kita kan penghasil CPO terbesar, kita eksportir bukan importir, jadi bisa menentukan harga CPO domestik. Jangan harga internasional untuk nasional," ujar Tulus.
Menjual minyak goreng dengan harga mahal di dalam negeri tentunya mencedarai konsumen. Mengingat sejatinya, perusahaan besar juga menanam sawitnya di atas tanah negara melalui skema hak guna usaha (HGU).
Di sisi lain, pemerintah juga banyak membantu pengusaha kelapa sawit dengan membantu membeli CPO untuk kebutuhan biodiesel. Bahkan pemerintah membantu pengusaha sawit swasta dengan mengucurkan subsidi biodiesel besar melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Soal kenaikan harga karena alasan banyaknya pabrik minyak goreng yang tidak terintegrasi alias tidak memiliki kebun sawit juga tidak masuk akal.
Baca juga: Dorong Harga Minyak Goreng Terjangkau, Pengusaha Klaim Bakal Percepat Distribusi
Ini karena hampir semua pemain besar produsen minyak goreng juga menguasai perkebunan kelapa sawit. Minyak goreng yang diproduksi para pemain besar juga ikut melonjak.
Harga minyak goreng melambung
Mengutip laman Pusat Informasi Pangan Strategis Nasional (PIHPS) pada Rabu (12/1/2022), harga minyak goreng per kilogramnya dijual di kisaran Rp 19.000 sampai dengan Rp 24.000.
Di Gorontalo, harga minyak goreng bahkan menembus Rp 26.450 per kilogramnya. Padahal sebelum melonjak, harga minyak nabati ini berkisar Rp 11.000 hingga Rp 13.000 tergantung kemasannya.
Sementara secara rata-rata nasional, harga minyak goreng di Indonesia minyak goreng kemasan bermerek adalah Rp 20.900 per kilogram.
Harga rata-rata nasional ini masih lebih mahal dibandingkan Malaysia, Negeri Jiran yang juga produsen sawit terbesar dunia serta memiliki pendapatan per kapita 3 kali lipat lebih tinggi dari Indonesia.
Kasus kartel minyak goreng di 2009
Dugaan kartel dalam minyak sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Dikutip dari pemberitaan Kontan 4 Juni 2009, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencurigai praktek kartel minyak goreng di pasar Indonesia.
Direktur Komunikasi KPPU Ahmad Junaidi saat itu menegaskan, KPPU kini mulai menyelidiki dan sedang mengumpulkan data untuk membuktikan kecurigaannya itu.
KPPU memang layak curiga ada kartel. Sebab, harga minyak goreng lokal sulit turun dan seolah tak berhubungan dengan harga minyak sawit yang menjadi bahan baku utama.
"Kami terus melakukan monitoring," kata Junaidi kala itu.
Sejak Mei lalu, harga minyak goreng curah di pasar bertahan di kisaran Rp 10.000 per kilogram. Komisis Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU menduga ada kartel oleh delapan perusahaan.
Perusahaan besar tersebut yakni Bukit Kapur Reksa Grup, Musimmas Grup, Sinarmas Grup, Sungai Budi Grup, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I hingga IV, Berlian Eka Sakti, Raja Garuda Mas, dan Salim Grup.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "YLKI Endus Bau Kartel di Balik Mahalnya Minyak Goreng"