News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Kaya Komoditas, Indonesia Dinilai Bisa Diuntungkan dari Konflik Geopolitik Rusia-Ukraina

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas pemadam kebakaran bekerja di sebuah bangunan tempat tinggal yang rusak di Koshytsa Street, pinggiran ibukota Ukraina Kyiv, di mana sebuah peluru militer diduga ditembakkan, pada 25 Februari 2022. - Pasukan Rusia yang menyerang menekan jauh ke Ukraina saat pertempuran mematikan mencapai pinggiran Kyiv, dengan Ledakan terdengar di ibu kota pada Jumat pagi yang digambarkan oleh pemerintah yang terkepung sebagai serangan roket yang mengerikan. Ledakan di Kyiv memicu hari kedua kekerasan setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menentang peringatan Barat untuk melancarkan invasi darat skala penuh dan serangan udara yang dengan cepat merenggut puluhan nyawa dan menelantarkan sedikitnya 100.000 orang. (Photo by GENYA SAVILOV / AFP)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia sebagai negara yang kaya komoditas dinilai memiliki posisi strategis atas konflik geopolitik antara Rusia-Ukraina.

Sejumlah pengamat pasar modal memproyeksikan hal tersebut akan mendorong optimisme harga komoditas, pasar modal dan ekonomi di Tanah Air.

Founder of Forum Saham, Tape Trader8 & Beta Trader Yuzha Sha menjelaskan tulang punggung ekspor dari Rusia adalah komoditas. Mulai dari minyak, gas, batu bara, hingga barang mineral hasil olahan tambang seperti tembaga, berlian dan emas.

Baca juga: Konflik Rusia-Ukraina Diawali Masalah Etnis, Nation Building Dinilai Penting bagi Negara Ragam Etnis

Konflik geopolitik Rusia-Ukraina mendorong kekhawatiran menipisnya pasokan nikel dunia. Pasalnya, pada 2021 saja ekspor nikel Rusia menurun 66,5 persen menjadi 45.400 ton dari 135.000 ton pada tahun sebelumnya. Sedangkan Indonesia adalah salah satu negara penghasil nikel terbesar di dunia.

Menurut data badan survei geologis Amerika Serikat (AS) atau US Geological Survey, produksi nikel Indonesia mencapai 1 juta metrik ton pada 2021 atau menyumbang 37,04 persen nikel dunia.

Baca juga: Rusia Invasi Ukraina, Harga Pupuk dan Gandum Diprediksi Naik, Bagaimana dengan Harga BBM ?

“Ini akan menjadi salah satu potensi yang menjadikan ekonomi Indonesia hebat kembali. Karena seperti yang kita tahu bahwa key resource yang ada di dunia ini , sebagai contoh untuk nikel hanya ada beberapa country yang mempunyai jutaan ton di dalamnya. Dan belum ada yang bisa menggantikan energi semurah coal. Jadi memang ini menarik terutama untuk komoditi baik itu nikel, coal, cooper, aluminium dan lain-lain,” ujar Yuzha dalam acara Investment Talk bertema Ekonomi Indonesia Hebat, Minggu (27/2/2022).

Baca juga: Peneliti Manfaatkan Google Maps untuk Melacak Pergerakan Warga Ukraina hingga Pasukan Militer Rusia

Di sisi lain, karena konflik tersebut Rusia tengah menghadapi sanksi boikot ekonomi dari dunia internasional yang tentunya mengganggu ekspor negeri Beruang Merah tersebut. Sehingga pasokan komoditas dari Rusia kepada dunia perlu digantikan oleh negara-negara pesaingnya. Salah satunya untuk batu bara adalah Indonesia.

Sebagai gambaran, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat ekspor batu bara pada 2021 mencapai 435 juta ton. Jumlah ekspor tersebut meningkat tipis dibandingkan dengan pencapaian 2020 yang sebanyak 433,8 juta ton.

Hal itu, lanjut dia, bisa kembali mendorong super siklus komoditas yang membuat harga komoditas pada tahun 1950-an hingga 1960-an naik tinggi. Juga pada awal dekade 2000-an. Berkaca pada 2001, penaikan komoditas tersebut berlangsung dalam kurun 3-4 tahun atau maksimal 5 tahun.

Kendati demikian, menurutnya kondisi ekonomi global akan lebih baik jika konflik (invasi Rusia ke Ukraina) segera berakhir. Karena hal itu dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi global pasca terhantam pandemi.

Dia pun menyebutkan, ke depan investor pun harus memperhatikan faktor lain, yakni pada 2025 Uni Eropa menetapkan kebijakan nir-karbon. Seperti diketahui, batu bara selalu menjadi kontroversi ketika terkait emisi.

“Analisa saya, komoditas memang akan berjaya tetapi potensi akan ada yang sunset komoditas terutama untuk fuel. Kalau saya akan lebih melihat ke nikel, sebagai alternatif-alternatif komoditas yang telah menjadi bagian dari hidup kita. Kebutuhan sehari-hari dalam komunikasi, transaksi seperti kebutuhan saat ini, akan kebutuhan penggunana handphone, smart card dan lain lain. dimana terdapat juga komoditas-komoditas basic yang ada di dalam produk-produk tersebut. Hal ini mempunyai potensi untuk mendorong produksi dan otomatis mendorong super siklus komoditas terjadi,” urainya.

Dengan pertumbuhan itu, kata dia, akan mendorong inflasi karena masyarakat lebih konsumtif sehingga membutuhkan banyak uang beredar. Hal ini akan mendorong kebutuhan cadangan emas negara. Yang tentunya akan mengatrol harga logam mulia.

Adapun soal minyak sawit mentah atau CPO, Yuzha menjelaskan akan sangat bergantung pada ketentuan dari Eropa dan mengikuti harga minyak mentah.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini