TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Associate Profesor Nanyang Technological University (NTU) Singapura Prof. Sulfikar Amir menilai pemerintah tidak bersikap bijaksana dalam menentukan waktu pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.
Menurutnya, saat ini kondisi perekonomian nasional dan situasi kesehatan masyarakat belum memungkinkan mendukung proyek berskala besar serta jangka panjang tersebut.
"Karena waktunya tidak tepat ini, sepertinya ada sebuah proses keinginan politik yang
dipaksakan untuk melakukan pemindahan Ibu Kota Negara di saat keuangan dan
psikologis masyarakat belum siap melakukan transformasi secara drastis seperti ini,"
paparnya.
Ia juga meragukan IKN sebagai salah satu cara menciptakan pemerataan ekonomi di
luar Pulau Jawa.
Menurutnya, persoalan ketimpangan ekonomi memang harus dicarikan solusinya,
tetapi pemerintah tidak memperlihatkan satu rumus atau simulasi yang menunjukkan
ketika IKN dipindahkan maka serta merta terjadi pertumbuhan ekonomi di seluruh
wilayah Indonesia, khususnya di luar Jawa.
Baca juga: Mayoritas Masyarakat Tolak Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Dengan Alasan Pembangunan IKN
"Saya belum melihat modelnya, kalaupun ada kita perlu mengujinya. Jadi ini menjadi
pertanyaan besar di masyarakat," tutur Sulfikar.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pemindahan ibu kota negara
ke Nusantara, Kalimantan Timur buka sekadar memindahkan aparatur sipil negara dan
bukan juga hanya membangun gedung-gedung pemerintahan.
Baca juga: DPD RI Minta Pemerintah Tak Ubah Ekosistem Hutan Saat Bangun IKN
Melainkan merupakan lompatan bagi bangsa indonesia untuk melakukan tranformasi bangsa menuju indonesia maju.
Hal itu disampaikan Presiden di acara RRI Beranda Nusantara, yang disiarkan
dalam kanal Youtube RRI Net Official, Rabu (23/2/2022).
"Kita akan membangun Ibu Kota Nusantara (IKN) yang benar benar menunjukan kebesaran bangsa Indonesia, mencerminkan identitas nasional, menjamin keberlanjutan sosial, ekonomi, lingkungan, mewujudkan kota hutan, smart city, kota modern dan berkelanjutan serta memiliki standar internasional," kata Jokowi.
Baca juga: Pemerintah Matangkan Skenario Pemindahan ASN ke IKN Baru
Sulfikar juga mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam memindahkan ibu kota
negara (IKN) dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Prinsip kehati-hatian dinilai perlu karena Indonesia tidak pernah memiliki pengalaman membangun sebuah kota dari awal.
"Selama Indonesia merdeka, kita belum pernah punya pengalaman membangun sebuah kota yang benar-benar from scratch dari awal, dari tanah kosong yang kemudian membangun sebuah perkotaan yang begitu kompleks. Kemudian berkembang menjadi sistem urban yang dinamis dan berkelanjutan," kata Sulfikar.
"Jadi, ini adalah sebuah tantangan yang menurut saya, kita harus ekstra hati-hati,"
tambahnya.
Sulfikar mengatakan, perlu digarisbawahi dalam proses pembangunan ibu kota baru
merupakan bagian proyek berskala besar.
Sehingga, menurutnya dibutuhkan biaya yang sangat tinggi. Namun, biaya tinggi itu juga rentan terhadap risiko kegagalan.
"Proyek berskala besar, sangat mahal, dan tentunya memiliki tingkat risiko
kegagalan yang tinggi," ujarnya.
Dia menjelaskan, James Scott, seorang antropolog dan sosiolog lewat bukunya Seeing Like a State memberikan memberikan gambaran mengenai beberapa proyek berskala besar yang akhirnya gagal karena sejumlah faktor.
"Salah satunya adalah gagalnya visi para pemimpin atau para elite politik di dalam mewujudkan apa yang ingin mereka capai. Karena visi mereka itu tidak ground atau tidak sesuai dengan realita yang ada di masyarakat," tuturnya.
"Jadi, terjadi semacam penyederhanaan realitas sosial politik, dan ketika visi itu diwujudkan akhirnya bersifat kontradiktif," sambung Sulfikar.
Menurut Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasionl (PPN)/Bappenas Velix Vernando Wanggai.
Kawasan Ibu Kota Negara Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur dirancang mampu menampung 1,9 juta orang. Namun jumlah tersebut kemungkinan bertambah dan sudah diantisipasi.
"Desain kotanya dalam konteks rencana induknya adalah sekitar 1,7 hingga 1,9 juta
penduduk yang didesain untuk menempati wilayah di ibu kota. Sehingga, tentu kita ini
mendesain dengan skenario jumlah penduduk," kata Velix Vernando Wanggai di acara diskusi virtual "Merancang IKN Jadi Smart Forest City", Kamis (3/3/2022).
Velix mengatakan, hal tersebut berkaca pada studi tata kota terhadap negara yang pernah
melakukan perpindahan ibu kota yaitu Kazakhstan, tepatnya di Nursultan.
Menurutnya, desain jumlah penduduk di Nursultan sedianya ditargetkan mencapai 300.000
orang. Kemudian, seiring berjalannya waktu, jumlah penduduk justru bertambah
menjadi 1 juta orang.
Namun dia tak menjelaskan lebih lanjut seperti apa skenario yang akan disiapkan Bappenas untuk mengatasi pertambahan jumlah penduduk IKN ke depannya.(Tribun Network/sen/kps/wly)