Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diminta tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, meski harga minyak dunia melonjak akibat konflik Rusia dan Ukraina.
Anggota Komisi VI DPR Amin Ak mengatakan, kenaikan harga BBM pada saat ini berpotensi mengganggu upaya pemulihan ekonomi di dalam negeri yang terdampak pandemi Covid-19 berkepanjangan.
“Kalau harga BBM naik akan menurunkan daya beli masyarakat yang saat ini masih megap-megap. Jika daya beli kembali turun, maka program pemulihan ekonomi nasional bisa gagal,” ujar Amin, Senin (7/3/2022).
Baca juga: Pengamat Energi Sebut Menaikkan Harga BBM Pertamax Cs Sudah Tepat
Menurutnya, kenaikan harga BBM bukan hanya mempengaruhi sektor transportasi, tetapi akan berdampak terhadap kenaikan harga bahan pokok yang sangat membebani rakyat menengah ke bawah.
"Tanpa kenaikan harga BBM subsidi, sejumlah bahan pokok sudah naik karena pemerintah gagal mengelola stabilisasi pasokan. Bisa dibayangkan harga bahan pokok akan terus melonjak jika harga BBM naik,” paparnya.
Baca juga: Simak Daftar Kenaikan Harga BBM Terbaru Pertamax Turbo hingga Dexlite
Amin pun mendesak pemerintah menyiapkan skenario penambahan subsidi BBM dengan mengalihkan anggaran dari proyek-proyek yang belum mendesak.
"Kebijakan pemerintah haruslah pro rakyat. Pemerintah juga harus berani dan punya wibawa dihadapan oligarki maupun kartel komoditas pokok yang bersentuhan dengan perut rakyat," paparnya.
Baca juga: Kebakaran di Area Kilang Balikpapan, Pertamina Pastikan Pasokan BBM di Kalimantan Tetap Terpenuhi
Merujuk data Kemeterian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga minyak mentah Indonesia pada Februari 2022 ditetapkan 95,72 dolar AS per barel, naik dari Januari 2022 sebesar 85,89 dolar AS per barel.
Harga tersebut jauh diatas asumsi APBN 2022 sebesar 63 dolar AS per barel.
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) telah menaikkan non subsidi seperti Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertadex seiring melonjaknya harga minyak dunia.