Laporan Wartawan Tribunnews, Malyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengimbau pengguna elpiji 5,5 kilogram (Bright Gas) dan 12 kilogram untuk tidak beralih ke gas melon (elpiji 3 kilogram).
Alasannya, gas melon hanya ditujukan untuk keluarga miskin.
“Karena itu, kami dari YLKI mengimbau agar masyarakat pengguna elpiji non PSO untuk tidak melakukan migrasi. Hal itu melanggar hak pengguna elpiji 3 kg. Karena sesuai aturan, gas melon memang hanya diperuntukkan untuk keluarga miskin dan pelaku usaha mikro, kecil, dan ultra mikro,” tutur Tulus, Senin (7/3/2022).
Tulus mengingatkan, jika masyarakat bermigrasi ke gas melon, maka akan mengurangi hak keluarga miskin dan pelaku usaha mikro, kecil, dan ultra mikro.
Pasalnya, pola distribusi gas melon sudah ditetapkan berdasarkan kuota. Dan kuota tersebut jumlahnya sudah ditetapkan sejak awal.
Baca juga: Harga LPG Non Subsidi Naik, Pertamina Cegah Masyarakat Mampu Beralih ke Gas Melon
Karena itulah Tulus berpendapat, Pemerintah harus turun tangan. Dalam hal ini, Pemerintah bisa membuat sistem distribusi tertutup. Bukan terbuka seperti sekarang.
“Supaya tidak ada yang bermigrasi, karena pembeliannya benar-benar diawasi. Elpiji 3 kilogram hanya buat keluarga miskin dan pelaku usaha mikro, kecil, dan ultra mikro. Dengan demikian, kuota aman dan sesuai dengan peruntukannya,” tegas Tulus.
Baca juga: Analis: Harga Gas LPG Naik Jadi Dampak Awal Risiko Geopolitik ke Pasar Domestik
Tulus berpendapat, edukasi ke masyarakat bahwa yang berhak menggunakan gas melon adalah keluarga miskin dan pelaku usaha mikro, kecil dan ultra mikro adalah penting.
Tetapi, lanjutnya, mengubah sistem distribusi menjadi tertutup juga penting. “Agar kebocorannya tidak semakin besar,” ujarTulus.
Di sisi lain, Tulus menyatakan memahami kenaikan harga elpiji non PSO (public service obligation).
Baca juga: Daftar Harga Terbaru LPG Non Subsidi, Naik Menjadi Rp 15.500 per Kg
Dalam hal ini, penyesuaian harga Bright Gas dan elpiji 12 kilogram memang sepenuhnya kebijakan korporasi Pertamina yang tidak bisa diintervensi pihak lain.
Terlebih dalam dua tahun terakhir, produk jenis tersebut memang sama sekali belum mengalami kenaikan.
Padahal di sisi lain, harga gas dunia terus mengalami penyesuaian.
“Begitu pun, meski kebijakan tersebut murni aksi korporasi, namun harus dipertimbangkan juga dampaknya di masyarakat. Yaitu potensi migrasi pengguna dari gas Elpiji non PSO dan gas melon. Sebab, disparitas harganya memang menjadi sangat tinggi.
Selain itu, yang berbahaya adalah praktik pengoplosan, yaitu dari gas melon ke Elpiji kemasan 5,5 kilogram atau 12 kg.
“Potensi praktik ini, perlu diantisipasi dengan seksama. Selain tindakan ilegal, juga sangat membahayakan masyarakat,” tutupnya.