"Jadi paradigma ini yang harus dibereskan, mengembalikan kepercayaan petani dan ini juga akibat revolusi hijau yang membuat petani lebih berpikir instan dari pada mengelola pupuk sendiri," tambahnya.
Karena itu, kata Duat, pupuk organik dapat menjadi alternatif bagi petani, dimana kondisi pupuk subsidi atau kimia tidak dapat memenuhi kebutuhan nasional.
"Petani tidak mungkin berhenti menanam karena pupuk sulit didapat, solusinya adalah beralih kepertanian organik dengan memanfaatkan potensi alam yang ada disekitar kita, dan ini sudah kita buktikan dibeberapa tempat, mereka berhasil kok walaupun ini bukan hal mudah," paparnya.
Untuk itu, lanjut Duat, peran pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya sangat penting untuk mendorong para petani menggunakan pupuk organik.
"Pemerintah bisa mengambil kebijakan dengan mengalokasikan dana untuk menyediaan alat atau teknologi berupa mesin untuk mempermudah pengolahannnya, disamping itu melakukan berbagai pelatihan dan sosialisasi terkait konsep pertanian oganik ini," katanya.
Pemerintah, ujar Duat, harus mengubah konsep pertanian yang berbasis hasil dan kuantitas, tapi sudah lebih memikirkan keberlanjutan dan juga kelestarian lingkungan.
"Memperbaiki struktur tanah pertanian dan kalau perlu kedepan subsidi pupuk itu dihapus dan dialihakan kepada penjaminan harga komoditi misalnya.
Karena selama ini persoalan yang dihadapi petani selain iklim dan alam adalah harga yang tidak stabil sehingga dengan biaya tinggi yang mereka keluarkan, justru merugi karena harga yang tidak berpihak kepada mereka.
Dengan pertanian organik biaya produksi bisa ditekan dan hasilnya tidak jauh dengan pertanian konvensional," tutupnya.