TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia adalah salah satu produsen batubara terbesar di dunia. Cadangan batubara nasional menduduki urutan ketiga di dunia, yakni mencapai 34,8 miliar ton.
Bahkan sebagai eksportir batubara, Indonesia menempati posisi pertama. Tahun lalu, ekspor batubara mencapai 435 juta ton, naik tipis dibanding 2020 yang sebesar 433,8 juta ton.
Apalagi saat harga batubara melambung sangat tinggi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Juni ini menetapkan harga batubara acuan sebesar US$ 323,91 per ton, naik 17 persen dari harga acuan di bulan sebelumnya, sebesar US$ 275,64 per ton.
Baca juga: Pasokan Gas Seret Bikin Pusing Belanda, Tiru Jerman Hidupkan Pembangkit Batubara
Melihat kondisi terbaik sepanjang sejarah perdagangan batubara ini, tentu membuat makin banyak penambang batubara mengeduk tambang mereka. Namun bisnis batubara ini tak semulus di bagian hilirnya. Di bagian hilirnya, masih berkutat pada persoalan infrastruktur angkutan batubara.
Pada Januari 2022, masyarakat Jambi dikejutkan dengan rentetan kecelakaan lalu lintas selama sepekan yang menelan korban jiwa hingga delapan.
Seluruh kecelakaan tersebut melibatkan angkutan batubara dan terjadi di jalan raya umum. Kasus seperti ini tak hanya terjadi di Jambi, banyak kejadian miris akibat angkutan batubara yang berdampak pada masyarakat, mulai dari kecelakaan lalu lintas, polusi udara, jalan umum yang rusak parah, dan sebagainya.
Nah, sengkarut angkutan batubara inilah mulai menggerakan kesadaran perlunya jalur khusus angkutan batubara.
Menurut Direktur Operasional PT Titan Infra Energy Suryo Suwignjo, masalah sosial akibat angkutan batubara ini sebenarnya sudah dipikirkan oleh pemerintah. Buktinya, pemerintah telah menerbitan aturan berupa pelarangan jalan umum daerah maupun nasional untuk dijadikan jalur angkutan batubara.
“Masalahnya, tak semua daerah penghasil batubara siap dengan aturan ini,” ujar Suryo dalam keterangan persnya, Selasa (21/6/2022).
Baca juga: Pelaku Tambang Batubara Ilegal Tahura Bukit Soeharto Terancam Hukuman Penjara 15 Tahun
Suryo menjelaskan, wilayah operasi Titan berada di Provinsi Sumatera Selatan. Di provinsi penghasil batubara terbesar kedua nasional ini, selain menjadi pemegang ijin usaha pertambangan, Titan juga mengoperasikan jalur hauling atau jalur angkutan batubara sepanjang 113 kilo meter, yang dimulai tiga kabupaten, yakni Lahat, Muara Enim dan Pali. Jalan hauling ini berujung di terminal coal yang berlokasi di Pali.
Saat ini, kata Suryo, Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru, mulai menegakkan aturan penggunaan jalan umum sebagai jalur pengiriman batubara sebagai diatur dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan.
“Pak Gubernur Herman Deru, menurut saya pasti juga memperhatikan data dan fakta tersebut. Sehingga keputusan beliau mengatur angkutan batubara sesuai aturan yang berlaku nasional sudah tepat,” tambah Suryo.
Saat ini ada dua moda angkut batubara di Sumatera Selatan yang tidak dimiliki oleh propinsi lain, yakni jalur kereta api yang dioperasikan PT KAI, yang banyak digunakan PT Bukit Asam Tbk, dan dua jalur hauling yang dioperasikan Titan dan PT Musi Mitra Jaya di wilayah Musi Banyuasin dan sekitarnya, sepanjang 133 kilometer.
Baca juga: Jerman Pesan 6 Juta Ton Batubara dari Indonesia
Data di Dinas ESDM Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan data cadangan batubara di provinsi tersebut mencapai 22,2 miliar ton. Sedangan jumlah IUP produksi sebanyak 129. Pemprov menargetkan, produksi batubara tahun ini mencapai 60 juta ton, naik 10 juta ton dari tahun lalu. “Di wilayah Muara Enim dan sekitarnya ada puluhan pemegang IUP,” papar Suryo.
Nah, di tengah cuan jualan batubara yang melangit ini, tentu banyak pemilik tambang yang berharap bisa mengeduk isi tambangnya sebanyak-banyaknya. Masalahnya, papar Suryo, belum semua wilayah keberadaan IUP itu terjangkau jalur khusus hauling.
“Keberadaan jalan khusus batubara akan menjadi unblocking potential way bagi potensi batubara di Sumatera Selatan,” papar Suryo.
Sejatinya, ada kaitan antara kebutuhan potensi, kapasitas produksi dan fasilitas infrastruktur logistic batubara.
Suryo menggambarkan, apabila potensi kandungan material batubara sebuah perusahaan dipastikan sebesar, misalnya, 30 ton per hari, maka ketiadaan jalur logistik berupa infra struktur jalan raya menjadi hambatan nyata.
Baca juga: MHU Lanjutkan Komitmen Pemenuhan Kewajiban DMO Batubara untuk PLN
Seberapa besar kapasitas produksinya akan sangat tergantung dari daya tampung transportasi. “Percuma bisa produksi besar tapi tidak terangkut ke lokasi tujuan,” terangnya.
Itulah sebabnya, saat ini Titan sedang mempersiapkan perpanjangan jalur haulingnya hingga sepanjang 30 kilometer. Dengan tambahan sejauh itu, Titan bisa menjangkau lokasi tambang yang saat ini posisinya masih berjauhan dengan jalur hauling Titan. “Sedang berproses,” ujar Suryo tanpa memerinci.
Suryo juga enggan membeberkan investasi yang digelontor Titan untuk memperpanjang jalur haulingnya. Yang pasti, pembukaan jalur baru itu akan memperluas efek bola salju dari industri pertambangan batubara.
Sumber: Kontan