Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Indeks harga konsumen (CPI) China periode Juli 2022 mencatatkan kenaikan sebesar 2,7 persen, angka ini tertinggi dalam 2 tahun terakhir sejak Juli 2020.
Berdasarkan data yang dirilis Biro Statistik Nasional (NBS) China pada Rabu (10/8/2022), lonjakan inflasi merupakan dampak dari kebangkitan Covid-19 dan memanasnya konflik Rusia – Ukraina.
Situasi panas tersebut membuat harga pangan seperti daging babi serta sayuran ikut terdorong naik, hingga Beijing kewalahan untuk menstabilkan ekonominya.
“CPI naik sedikit secara tahunan karena kenaikan harga daging babi, sayuran segar dan makanan lainnya, serta faktor musiman," jelas ahli statistik senior NBS, Dong Lijuan.
Tercatat selama Juli kemarin, harga daging babi terpantau naik menjadi 20,2 persen. Sementara harga makanan di China tumbuh sekitar 2,96 persen dari bulan Juni dan melesat naik menuju 6,3 persen apabila dibandingkan dengan harga makanan di tahun sebelumnya.
Tak hanya harga pangan saja yang mengalami peningkatan, mengutip dari Business Standard harga non-pangan juga ikut terdorong naik sebesar 1,9 persen secara bulanan, dan naik 2,5 persen secara tahunan.
Baca juga: Ekonomi China dan Taiwan Saling Bergantung, Potensi Terjadi Perang Minim
Meski laju inflasi China saat ini masih tergolong rendah apabila dibandingkan dengan negara – negara besar lainnya, namun apabila lonjakan inflasi China tak kunjung dihentikan maka dikhawatirkan inflasi dapat mempengaruhi perekonomian global.
Mengingat China sendiri merupakan eksportir dan produsen terbesar di dunia, dimana produk China berkontribusi hingga 15 persen dalam perdagangan global.
Apabila laju inflasi mempengaruhi semua biaya produksi komoditas yang akan di ekspor China, maka hal tersebut dapat mengganggu pasokan global hingga mengerek kenaikan inflasi di sejumlah negara lainnya.
Sejumlah ekonom memperkirakan inflasi China akan terus melesat hingga beberapa bulan kedepan, seiring dengan pengetatan kebijakan pemerintah dalam mengendalikan lonjakan Covid-19.
“Inflasi mungkin akan naik menembus 3 persen dalam dua bulan ke depan karena basis pembandingnya yang rendah dan kenaikan harga daging babi," kata Bruce Pang, Kepada Riset dan Ekonom Jones Lang LaSalle Inc.