Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pekan lalu, perusahaan riset ekonomi independen Capital Economics mengatakan meskipun kekeringan yang terjadi di Sungai Rhine dianggap masalah kecil jika dibandingkan krisis gas bagi industri Jerman, namun hal tersebut dapat memberikan dampak yang besar di akhir tahun ini.
Kepala ekonom Eropa Andrew Kenningham mengungkapkan, penurunan tingkat air Sungai Rhine dapat bertahan hingga Desember, yang berpotensi mengurangi 0,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Jerman di paruh kedua tahun ini.
Baca juga: Meski Sudah Punya Visa, Pemegang Paspor Indonesia Tanpa Tanda Tangan akan Tetap Ditolak Masuk Jerman
Sektor manufaktur Jerman akan menerima pukulan paling besar. Para peneliti di Institut Kiel untuk Ekonomi Dunia sebelumnya memperkirakan, output industri Jerman dapat turun sekitar 1 persen jika aliran Sungai Rhine tetap rendah dalam satu bulan mendatang.
Sementara di sebagian besar wilayah Eropa telah menderita akibat gelombang panas dan kekeringan ekstrem. Sungai Thames yang ikonik di London, Inggris, juga telah mengering.
Suhu air sungai yang tinggi di Prancis telah menghambat pengoperasian beberapa pembangkit listrik tenaga nuklir.
Di Italia utara, para petani mengalami kekeringan terburuk dalam 70 tahun, mempengaruhi produksi tanaman seperti kedelai hingga produksi keju parmesan.
Sungai Rhine adalah sungai terbesar kedua di Eropa yang melintasi beberapa negara di Eropa tengah dan barat.
Aliran sungai ini berawal dari pegunungan Alpen, kemudian melintasi Swiss, Austria, Liechtenstein, Jerman, Prancis, kemudian bermuara di laut Belanda.
Rhine adalah sungai terpanjang di Jerman dan menjadi jantung kehidupan bagi negara ini.