Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPP Apersi), Junaidi Abdillah mengatakan, developer yang tergabung di Apersi saat ini dalam keadaan kurang kondusif bisnisnya.
Efek pandemi juga masih dirasakan, namun ada juga kendala dari pemerintah yang seharusnya menjadi partner pihak swasta yang membangun rumah subsidi.
Dalam hal ini, Junaidi menyoroti soal kenaikan harga rumah subsidi yang sudah dua tahun tidak mengalami kenaikan.
Efek pandemi yang masih berlangsung dan naiknya bahan bangunan utama seperti besi dan semen membuat margin berkurang.
“Bahkan dibeberapa daerah kenaikannya cukup signifikan, dan memilih tak menjual rumah subsidi. Idealnya kenaikannya 7 persen,” jelas Junaidi Abdillah saat audensi dengan anggota komisi V DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (22/8/2022).
Baca juga: Tak Semua Rumah Subsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah Berkualitas Buruk
Dalam audiensi ini, seluruh pengurus pusat dan perwakilan daerah hadir di Gedung Nusantara Kompleks DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.
Junaidi menambahkan bahwa tak hanya itu saja kendala yang ada dalam industri rumah subsidi yang merupakan program pemerintah, yaitu Program Sejuta Rumah (PSR).
Kendala klasik yang selalu menghantui adalah kuota yang tidak konsisten setiap tahunnya, sehingga pasokan rumah tak maksimal.
Selain itu, Junaidi menambahkan kenaikan harga lahan dan semakin terbatas membuat anggotanya kesulitan dalam menjalankan bisnisnya.
Junaidi memberikan masukan seharusnya ada sinkronisasi dalam penentuan kuota dan harga.
Baca juga: Pemerintah Dinilai Telat Siapkan Bank Tanah, Lokasi Rumah Subsidi Jauh dari Jakarta
“Sinkronisasi ini akan meningkatkan dan menjaga konsistensi kuota KPR subsidi. Dan akan menjaga rumah subsidi tetap sejalan dengan biaya produksi,” terangnya.
Terkait lahan yang kian terbatas dan mahal, Apersi berharap adanya bantuan penyediaan lahan negara hingga peremajaan kawasan kumuh.
Selain itu, adanya dukungan insentif pajak, kemudahan perizinan dan pemberian bantuan PSU yang merata.
”Dari sisi pengembang kita terus melakukan inovasi konstruksi dan melakukan procurement hedging,” imbuhnya.
Junaidi menambahkan bahwa Apersi juga telah membuat roadmap terkait optimalisasi ekosistem perumahan, mulai dari urusan pembiayaan hingga land bank.
Baca juga: Strategi Pemerintah Untuk Tetap Membangun Rumah Subsidi di Dekat Kota
"Pertama kita berharap adanya penyesuaian suku bunga berjenjang KPR subsidi FLPP. Lalu pemberian subsidi premi asuransi dan lembaganya," katanya.
Kemudian, kata dia, percepatan program tabungan perumahan atau Tapera dan juga program KPR untuk informal.
Terkait lahan, ia berharap adanya percepatan operasional bank tanah.
"Dan peran Pemda dikuatkan agar berbagai kendala seperti peralihan dari IMB ke PBG. Pemda juga harus menetapkan zona hunian untuk MBR membuat indeks kelayakan di masing-masing wilayahnya," katanya.
Syaifullah Tamliha, Ketua Komisi V DPR mengapresiasi audiensi ini, karena Apersi memberikan banyak masukan terkait percepatan penyediaan perumahan subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR.
“Apersi tak sekedar datang berkeluh kesah, tapi juga memberikan masukannya dalam bentuk makalah. Kita jadi lebih paham kendala yang ada di rumah subsidi yang bertujuan untuk MBR,” katanya.
Anggota Komisi V DPR RI, Hamka Baco Kady menegaskan bahwa apa yang menjadi roadmap Apersi terkait ekosistem perumahan bisa jadi jalan untuk terus melakukan perbaikan dalam program rumah subsidi.
Ia mencontohkan selama ini masyarakat in formal tak memiliki akses memiliki rumah, karena tak bankable.
“Seperti pedagang dan lainnya mereka pendapatannya setiap hari, tapi tak bisa akses KPR. Dan semoga Tapera yang masih berproses akan menjadi jalan keluar," katanya.(*)