News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Likuiditas Longgar, Bank Butuh Dua Kuartal untuk Sesuaikan Suku Bunga

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Teller Bank DKI melayani nasabah di salah satu cabang di Jakarta (30/4/2022). Bank Indonesia (BI) menyatakan, industri perbankan membutuhkan waktu cukup lama untuk menyesuaikan bunga simpanan dan suku bunga kreditnya terhadap kenaikan bunga acuan sebesar 50 basis poin yang diumumkan BI, Kamis 22 September 2022 kemarin.

"Bank Indonesia juga terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi nasional," ujarnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Agustus 2022 terjadi inflasi sebesar 4,69 persen secara tahunan. Penyebab utamanya inflasi berasal dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 7,73 persen secara tahunan.

Baca juga: The Fed Naikkan Suku Bunga 75 Basis Poin, Bagaimana Dampaknya ke Ekonomi Indonesia?

Jika dirinci komoditas yang dominan atau memberikan andil pada inflasi adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau diantaranya cabai merah, minyak goreng, rokok kretek filter, telur ayam ras, dan bawang merah.

Kenaikan suku bunga acuan tersebut tidak lepas dari keputusan The Federal Reserve atau The Fed yang memutuskan menaikkan suku bunga acuannya 75 basis poin menjadi 3 persen sampai 3,25 persen.

Bagaimana dampak terhadap ekonomi Indonesia atas kenaikan suku bunga The Fed?

Senior ekonom Bank DBS Indonesia Radhika Rao menilai, kebijakan The Fed ini akan berdampak ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Namun, Radhika menilai ekonomi Indonesia yang sudah pulih usai pandemi, maka dampaknya tidak terlalu besar dari kenaikan suku bunga The Fed.

“Apa yang terjadi di AS juga akan berdampak ke Tanah Air. Dalam hal pandangan global, kami melihat ekonomi Indonesia mulai pulih. Di mana mobilitas, seperti masyarakat yang mulai ke kantor, ke sekolah, dan pariwisata yang bergeliat mendorong optimisme,” kata Radhika.

Menurutnya, indeks kepercayaan konsumen di Indonesia juga mulai meningkat, sehingga optimisme kebangkitan ekonomi juga muncul.

Sementara negara berkembang mengalami masalah supply chain, Indonesia justru diuntungkan dari sektor komoditi. Pun demikian sektor manufaktur yang mulai bangkit.

“Data perdagangan Agustus memperkuat pandangan DBS Group Research bahwa tahun 2022 akan menandai tahun kedua berturut-turut surplus transaksi berjalan. Ini menjadi pertanda baik bagi stabilitas eksteral dan prospek mata uang,” kata Radhika.

Memasuki tahun 2023, penurunan harga komoditas dan peningkatan impor seiring dengan pulihnya permintaan domestik diperkirakan akan mendorong defisit tipis neraca transaksi berjalan.

“Pasar obligasi mulai menunjukkan arus yang keluar, sementara kinerja ekuitas yang melampaui pasar menarik minat investor," ungkapnya.

"Investasi asing meningkat secara stabil, dan ini diharapkan menjaga kelancaran neraca pembayaran secara keseluruhan tetap terkendali,” lanjutnya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini