TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dekarbonisasi industri dinilai sebagai hal yang sangat mendesak demi menyelamatkan bumi dan ekonomi bangsa.
Untuk itu Kadin Net Zero Hub (NZH) beharap adanya pemahaman tepat dalam upaya mencapai agenda penurunan emisi karbon nasional yang disepakati dalam Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia.
Ketua KADIN NZH, M Yusrizki di sela-sela kegiatan “Cut The Tosh Collaboration Summit” di Jakarta yang berlangsung selama tanggal 18-19 Oktober 2022 menegaskan tanpa dekarbonisasi industri, Indonesia sulit mencapai target NDC.
Baca juga: MIND ID Siapkan Langkah Dekarbonisasi untuk Jalankan Skema Net Zero Emission
Yusrizki memaparkan penggunaan energi fosil di sektor industri Indonesia hingga kini masih sangat tinggi.
Hal itu mengacu data dari Handbook of Energy and Economy Statistics of Indonesia (ESDM, 2021).
“Penting untuk diketahui bahwa hampir delapan puluh persen (80 persen) konsumsi energi sektor industri di Indonesia berasal dari batu bara, gas alam dan minyak bumi, sedangkan sisanya berasal dari listrik,” kata lulusan ITB yang juga menjabat Ketua Komite Tetap Energi Baru dan Terbarukan KADIN Indonesia ini dalam keterangan yang diterima, Kamis (20/10/2022).
Menurutnya, sektor industri merupakan kelompok konsumen energi fosil terbesar di Indonesia dan kelompok penyumbang emisi karbon yang cukup besar.
Tahun 2019, industri manufaktur dan konstruksi menghasilkan emisi sebesar 137.040 Gg CO2e, meningkat 29,5% dari tahun sebelumnya.
Kenaikan emisi ini memang sejalan dengan kenaikan konsumsi bahan bakar industri, yaitu sebesar 30% per tahun (ESDM, 2020).
Sejalan dengan kenyataan itu, industri bertanggung jawab atas lebih dari 70% total emisi Gas Rumah Kaca (GRK) global, dan sektor energi menyalurkan hingga 33,19% emisi GRK.
Indonesia sendiri merupakan penyumbang emisi GRK terbesar ke-8 di dunia.
Baca juga: Indonesia dan Jepang Petakan Dekarbonisasi Bersama Negara Lain
“Tidak ada pilihan selain membenahi penyediaan energi di sektor industri dalam upaya pencapaian target NDC. Sekali lagi, industri bergerak dengan energi yang mayoritas berasal dari bahan bakar fosil, bukan listrik,” kata Yusrizki.
Ditambahkannya, industri menggunakan listrik dan energi non-listrik dalam kegiatan produksinya.
Pabrik-pabrik menggunakan energi fosil guna memproduksikan energi secara mandiri yang kemudian digunakan untuk menjalankan sistem pemanas (heating), menggerakan boiler (untuk menghasilkan uap panas atau steam), sistem pembakaran, pendinginan (cooling), dan untuk memproduksikan feedstock atau bahan mentah untuk diolah menjadi produk jadi.