News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pakar Ekonomi: Masalah Pangan dan Energi Ancam Kehidupan Manusia Jika Tidak Diselesaikan

Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petani padi melakukan perawatan tanaman padi. Guru Besar Ekonomi Politik Universitas Hasanuddin, Prof Imam Muhadidin mengatakan, perubahan iklim dan berbagai konflik geopolitik turut memberi kontribusi besar terhadap logistik dan distribusi pangan di seluruh dunia.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjelang pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) isu soal ancaman krisis pangan global dan perubahan iklim menjadi topik hangat.

Diketahui Munas KAHMI akan digelar di Palu, Sulawesi Tengah pada 24 hingga 28 November 2022 mendatang.

Pakar Ekonomi sekaligus Guru Besar Ekonomi Politik Universitas Hasanuddin, Prof Imam Muhadidin Fahmid mengatakan, krisis pangan telah menjadi isu yang sangat mempengaruhi kehidupan ekonomi dunia.

Baca juga: Badan Pangan Nasional: Sektor Pangan Sumbang Deflasi Terbesar di Oktober 2022

Perubahan iklim dan berbagai konflik geopolitik turut memberi kontribusi besar terhadap logistik dan distribusi pangan di seluruh dunia.

“Persoalan pangan, termasuk energi, akan mengancam kehidupan kemanusiaan kalau tidak diselesaikan,” ujarnya, Sabtu (5/11/2022).
 
Karena itu kata Prof Imam, Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) harus bisa mengambil peran strategis dalam mengatasi ancaman krisis pangan, yang kini menjadi persoalan yang dihadapi seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia.

“Kita ingin KAHMI bisa tampil memberi solusi persoalan pangan. Secara internal kita harus menunjukkan keberpihakan yang jelas dalam mengatasi persoalan (pangan) ini,” ujar Prof Imam.
 
Bakal calon Presidium Nasional dalam Musyawarah Nasional KAHMI ini juga menjelaskan bangsa ini tidak tidak boleh bergantung pada negara-negara lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan.

Sangat disayangkan saat ini masih ada sejumlah komoditas pangan yang masih harus diimpor, sehingga mempengaruhi neraca perdagangan negara.
 
“Sejumlah komoditas masih kita impor, seperti kedelai, daging, jagung, dan bawang putih. Ke depan semua itu harus ikuti jejak beras yang sudah tiga atau empat tahun ini sudah tidak impor lagi alias kita sudah swasembada beras,” gagasnya.

Baca juga: Pakar Ekonomi: Kesepakatan Antarnegara di Pertemuan G20 Harus Dibuat untuk Antisipasi Krisis Pangan

 
Menurutnya Kementerian Pertanian saat ini sudah cukup jauh melangkah untuk mempersiapkan bangsa ini menghadapi perubahan iklim.

Langkah Kementerian, ungkapnya, juga dilakukan agar Indonesia tidak terus menerus bergantung pada impor pangan dari negara lain.
 
“Ketergantungan kita pada pangan impor bisa pengaruhi keuangan negara. Apalagi kita harus berhadapan dengan para komprador pangan dunia, yang ingin menjadikan Indonesia sebagai market dari international food trading,” ujarnya.

Guru Besar Ekonomi Politik Universitas Hasanuddin, Prof Imam Muhadidin Fahmid (ist)

 
Sejalan dengan itu, menurutnya KAHMI perlu mengkaji lebih jauh agar memiliki pijakan kuat untuk memberi masukan kepada pemerintah. KAHMI perlu bersinergi dengan pemerintah untuk memikirkan produksi dan ketersediaan pangan.

Baca juga: Indonesia Berpotensi Jadi Lumbung Pangan Dunia karena Termasuk Negara Tropis

 
“Kita berharap sekali lagi, soal impor beras, harus menjadi pertimbangan yang sangat hati-hati, harus diwaspadai dengan baik. Kalau keliru kebijakan, misalnya kita impor, sementara ada produksi sendiri, itu akan merugikan semua pihak, terutama petani. Harga akan menjadi kacau, nilai tukar petani akan turun, maka akan menurunkan kesejahteraan petani,” urai Prof Imam. (Willy Widianto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini