TRIBUNNEWS, YOGYAKARTA - Pemerintah Inggris lewat Menteri Pertahanannya berjanji memasok rudal multiperan Martlet senilai £162 juta ($213 juta) ke Kiev pada akhir 2024.
Selain itu, Inggris telah mengirimkan amunisi artileri senilai £300 juta, rudal Storm Shadow, dan persenjataan modern lain ke Ukraina.
Inggris menjadi salah satu sponsor perang terbesar Ukraina, telah bantuan militer lebih dari €8,92 miliar kepada Kiev sejak dimulainya konflik Rusia-Ukraina pada 2022.
Di Washington, pemerintah AS menjatuhkan sanksi pada grup media Rossiya Segodnya, yang meliputi RIA Novosti, RT, Sputnik, dan Ruptly, terkait Pilpres AS 2024.
Di Berlin, Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius menjanjikan pengiriman lanjutan tank Leopard 1A5 sebanyak 77 unit ke Ukraina.
Tank tempur era perang dingin itu akan dipasok Jerman bersama Denmark dan Belanda. Berlin juga akan menambah 12 howitzer PzH 2000 ke pasukan Kiev.
Boris Pistorius memperkirakan Jerman bersama Denmark, sebelumnya telah mengirimkan 58 tank Leopard 1A5 ke Ukraina.
Baca juga: Israel Bebas Sanksi, Uni Eropa Hanya Kutuk Netanyahu soal Rencana Invasi ke Rafah
Baca juga: Beri Bantuan Militer ke Rusia, Belarusia dan Iran Kena Perluasan Sanksi Uni Eropa
Baca juga: Iran Kena Sanksi AS Gara-gara Balas Serangan Israel, Industri Drone Iran Masuk Daftar Hitam
Di Ankara, Presiden Turki Reccep Tayyip Erdogan menyerukan aliansi Islam guna membela Palestina yang menghadapi kekejaman dahsyat Israel.
Rentetan perkembangan global negara NATO itu memperlihatkan mereka telah terjebak sedemikian dalam di berbagai krisis yang diciptakan barat.
Setidaknya, negara barat memberi jalan berlarutnya konflik di Ukraina dan Palestina, lewat kebijakan mereka yang bias.
Sikap Erdogan yang negaranya menjadi anggota NATO dan Uni Eropa, menjadi ekspresi frustasi Turki atas situasi global ini.
Turki pun saat ini sedang mempertimbangkan bergabung dengan blok ekonomi BRICS+, yang diinisiasi Rusia, China, India, Brasil dan Afrika Selatan.
Secara keseluruhan, apa yang terjadi di Eropa khususnya adalah buah dari aneka kebijakan yang mengekor politik hegemonic Amerika Serikat.
Dengan membabi buta mengikuti AS ke dalam perang proksinya, para pemimpin UE telah memicu reaksi keras domestic yang mengancam posisi mereka.