Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) kembali membuka kembali penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi melalui Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK).
SPSK secara terbatas bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) ini tidak mencabut Keputusan Menteri Ketenagakerjaan nomor 260 tahun 2015 tentang penghentian dan pelarangan Penempatan TKI pada pengguna perseorangan di negara-negara Kawasan Timur Tengah.
Wakil Sekjen Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP-KPK) Amri Piliang berpendapat, kebijakan ini adalah langkah tepat demi melindungi hak-hak para pekerja migran Indonesia di Arab Saudi.
Baca juga: Pekerja Migran Sumbang Devisa Rp 159,6 Triliun, Terbesar Kedua Setelah Migas
"Apalagi kebijakan ini sebenarnya menjunjung tinggi pelindungan hak asasi manusia dan kesejahteraan para pekerja migran kita," ujarnya dalam keterangan pers yang dikutip Sabtu, 12 November 2022.
Amri menjelaskan, SPSK ini sebenarnya merupakan exit strategy Pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada selama ini terkait penempatan di sektor domestik di Saudi Arabia.
Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah menyatakan poin penting yang tertuang dalam SPSK ini diantaranya penempatan PMI pada sektor domestik Arab Saudi, hanya dapat dilakukan melalui SPSK (sistem penempatan satu kanal).
Pemerintah Arab Saudi sendiri sudah menyampaikan komitmennya menghentikan kebijakan konversi visa WNI menjadi visa kerja pada sektor domestik di negaranya.
''Jadi, yang harus dihighlight adalah larangan terkait dengan penggunaan tenaga pengguna perseorangan di Kawasan Timur Tengah," ujar Menaker Ida Fauziah.
LP-KPK sepakat dengan pernyataan Menaker. Malah menurut Amri, persyaratan yang diberikan Kemnaker kepada Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) sangat mudah.
''Syarat-syarat itu sangat mudah, transparan dan sesuai dengan aturan yang ada. Tak hanya itu, ini juga melindungi hak-hak pekerja migrain Indonesia,'' kata Amri.
Beberapa syarat mudah itu menurut Amri misalnya, melakukan pendaftaran secara daring melalui laman PPTKLN Kemnaker.
Baca juga: Jokowi Sebut 9 Juta Pekerja Migran Indonesia di Luar Negeri, Setengahnya Ilegal
'Ini kan hal yang biasa dilakukan bagi pemerintah untuk mempermudah mitra kerjanya dalam berbagai hal secara daring dan melalui laman,'' katanya.
Selain itu P3MI harus memiliki Surat Izin Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (SIPPTKI) yang masih berlaku. ''Ini syarat mutlak bagi P3MI yang akan menempatkan PMI ke negara penempatan,'' katanya.
Syarat berikutnya adalah telah melaksanakan kegiatan penempatan PMI ke Arab Saudi pada pengguna perseorangan paling sedikit 5 (lima) tahun.
''Program uji coba menjadi program prioritas pemerintah agar mendapat kesempurnaan. Tentunya perlu P3MI yang berpengalaman menempatkan ke Saudi Arabia, agar program uji coba itu mendapatkan hasil maksimal,'' ujar Amri.
P3MI juga tidak pernah terlibat dalam permasalahan penempatan Pekerja Migran non procedural.
''Banyak P3MI yang mempunyai pengalaman namun menyalahgunakan dengan menempatkan PMI non prosedural atau ilegal. Bahkan hingga saat ini mereka masih merongrong pemerintah untuk menggagalkan program uji coba SPSK secara masif dan tersetruktur. Mereka sudah menjadi sindikat yang menjual anak-anak bangsa,'' kata Amri.
P3MI juga tidak sedang terkena sanksi administrative dan harus menandatangani pakta integritas. ''Wajib untuk memastikan P3MI untuk mengikuti aturan sesuai hukum yang berlaku yaitu UU no 18 tahun 2017,'' ujarnya.
Setiap P3MI juga harus memiliki ISO 9001 yang masih berlaku. '' Ini membuktikan bahwa P3MI peserta program SPSK mempunyai manajemen yang terukur dan baik dengan standard internasional,'' katanya.
Setiap perusahaan juga harus memiliki kantor dan sarana prasarana perkantoran sesuai dengan alamat yang tercantum di dalam SIPPTKI, memiliki sistem online dan bersedia untuk terintegrasi dengan Sisnaker.
''Sistem online yang terintegrasi ke Sisnaker adalah hal yang perlu untuk memastikan database pemerintah dalam perlindungan PMI. Serta tanggung jawab pelaku penempatan yang dilakukan oleh P3MI dalam melaksanakan uji coba program SPSK,'' ujarnya.
Baca juga: Nilai-nilai Keluarga Membantu Kesuksesan Sejumlah Migran Asia di Australia
P3MI juga memiliki laporan keuangan perusahaan tahun 2017 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Kemudian memiliki surat/bukti keanggotaan dalam asosiasi yang ditunjuk sebagai wakil dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia dalam lingkup penempatan dan pelindungan Pekerja Migran Indonesia. '
'Ini hal yang mudah yang bisa didapatkan oleh setiap asosiasi yang menjadi anggota Kadin,'' katanya.
Dan yang terpenting, asosiasi bertanggungjawab dalam pelaksanaan penempatan dan pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang dilaksanakan oleh P3MI yang menjadi anggotanya.
Amri menyatakan pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan SPSK ini karena beberapa hal. Salah satunya belum adanya peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan PMI di negara penempatan.
''Selain itu belum adanya mekanisme penyelesaian masalah PMI di negara penempatan,'' kata dia.
Saat ini banyak kasus terjadi di negara penempatan. Lebih dari 60 persen kasus yang terjadi adalah PMI yang bekerja pada pengguna perseorangan. ''Ada juga sistem kafalah pada pengguna perseorangan yang malah merugikan PMI,'' ujarnya.
Amri juga mengungkapkan meningkatnya jumlah PMI yang tinggal tanpa tercatat serta meningkatnya jumlah PMI yang mendapatkan masalah.
Baca juga: Kepala BP2MI Dorong Komitmen Pemda Lindungi Pekerja Migran Indonesia
Karena itu, Pemerintah Indonesia akhirnya menyepakati Technical Arrangements (TA), yang berfungsi sebagai pengaturan teknis pilot project Sistem Penempatan Satu Kanal Indonesia-Arab Saudi.
Saat ini ada sekelompok kecil Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang merasa tidak puas dengan Program SPSK karena tidak lolos seleksi.
Perusahaan-perusahaan ini tidak memahami sehingga melakukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) maupun ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
''Mereka adalah P3MI yang tidak memahami isi Kepmenaker No.291 tahun 2018 dan memiliki catatan hitam pernah terlibat penempatan non prosedural/ilegal. Atau belum memiliki pengalaman 5 tahun menempatkan PMI ke Timur Tengah,'' katanya.
Padahal SPSK ini sempat berjalan sejak 2020, namun karena pandemi Covid-19, Pemerintah Arab Saudi memberlakukan Lockdown sehingga uji coba ini sempat tertunda.
Apalagi ada pihak yang menuduh bahwa Menaker membodohi kedua pimpinan negara Indonesia dan Arab Saudi adalah pihak yang tidak bertanggung jawab yang ingin mengacaukan hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Arab Saudi.
Padahal, perlu diketahui selain penempatan PMI ada pula kerjasama pemberangkatan jamaah Haji dan Umroh yang juga tidak kalah pentingnya.