TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pemutusan hubungan kerja (PHK) masih menghantui para pekerja di sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia.
Diperkirakan gelombang PHK masih bakalan terjadi bahkan semakin memburuk.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartika Sastraatmaja.
Kondisi bisnis TPT pada tahun depan dianggap masih suram.
Baca juga: Buruh Minta Kenaikan Upah 2023 Sebesar 13 Persen di Tengah Badai PHK, GoTo Hingga Industri Tekstil
Jemmy Kartika Sastraatmaja menyampaikan, data API menunjukkan, jumlah karyawan industri TPT yang terkena PHK saat ini sudah di atas 61.000 karyawan.
“Ini pun tidak semua pelaku industri tekstil melapor dan masih ada korban PHK dari perusahaan di luar anggota API,” ungkap dia, Senin (21/11/2022).
Pekan lalu, dalam sebuah konferensi pers, Asosiasi Pengusaha Indonesia (API) menyebut bahwa jumlah karyawan industri TPT yang terkena PHK mencapai 58.572 karyawan.
Data tersebut berasal dari hasil survei API dengan responden sebanyak 146 anggota API dan 78 anggota non API.
Penyebab utama tren PHK ini adalah seretnya permintaan ekspor produk TPT Indonesia, sehingga banyak pabrik di dalam negeri yang mengurangi kapasitas produksi dan terpaksa memangkas jumlah karyawannya.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua API Ian Syarif menambahkan, daya beli masyarakat global mengalami penurunan seiring perlambatan ekonomi.
Baca juga: Buruh Minta Kenaikan Upah 2023 Sebesar 13 Persen di Tengah Badai PHK, GoTo Hingga Industri Tekstil
Negara-negara lain yang menjadi produsen TPT sebenarnya juga menghadapi persoalan serupa dan mereka mencoba mencari pasar ekspor alternatif.
Sayangnya, Indonesia tak kuasa membendung produk-produk TPT impor limpahan negara lain yang juga mengalami kelebihan pasokan.
Alhasil, para pelaku TPT Indonesia tak bisa mengoptimalkan potensi pasar domestik sebagai pengganti ekspor.
“Tren PHK ini masih bisa terjadi dalam waktu yang lama,” kata Ian, hari ini.
Baca juga: Perusahaan Jual Beli Mobil AS Carvana PHK 1.500 Karyawan