Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Studi yang dilakukan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) mengungkap ekonomi sirkular meningkatkan produk domestik bruto (PDB) Indonesia hingga Rp 600 triliun pada 2030.
Deputi Bidang Perekonomian, Kementerian PPN/Bappenas Republik Indonesia, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, saat ini Indonesia sangat konsen dengan sirkuler ekonomi.
Indonesia tengah berusaha lepas dari jebakan pendapatan kelas menengah (middle income trap), di mana pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic development) dan ekonomi hijau menjadi visi Indonesia di tahun 2030.
"Setelah pandemi Covid-19, kita mencoba untuk mencapai ambisi kami untuk lepas dari jebakan middle income trap," kata Amalia workshop 'Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea' yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation (KF) yang membahas kerja sama sirkuler ekonomi Indonesia dan Korea, Selasa (6/12/2022).
Baca juga: Ekonomi Sirkular Diyakini Bisa Ciptakan 4,4 Juta Lapangan Kerja Baru di Indonesia
Amalia mengatakan, penerapan sirkulasi ekonomi di negara berkembang seperti Indonesia masih menjadi tantangan, sebab kapasitas kelembagaan yang terbatas dan kurangnya akses ke keuangan dan teknologi yang diperlukan.
Peluang bagi ekonomi sirkular untuk berkontribusi pada strategi dan industri pengelolaan limbah juga lebih besar daripada ke sektor ekonomi lainnya seperti energi, konstruksi, atau pengelolaan lingkungan.
Padahal ekonomi hijau juga berpeluang besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara dan dapat menciptakan kesempatan kerja baru bagi masyarakat Indonesia.
"Sirkular ekonomi dapat meningkatkan GDP dengan Rp 593-638 triliun di tahun 2030. Menciptakan 4,4 juta peluang pekerjaan hijau di tahun 2030, dimana 75 persen dari total pekerjaan dapat diisi pekerja perempuan. Mengurangi timbulan sampah 18 - 52% dibandingkan business as usual pada tahun 2030. Berkontribusi pada penurunan emisi GRK sebesar 126 juta ton CO2," ujarnya.
Belajar dari Korea Selatan yang sudah cukup baik dalam implementasi sirkular ekonomi, Amalia mengatakan dibutuhkan usaha kolaboratif dalam penerapan sirkuler ekonomi di Indonesia, sebab hal ini masih menjadi tantangan.
Misalnya saja dalam pemilihan sampah organik, anorganik maupun limbah B3.
Menurut Deputi Bappenas perlu kesadaran dari tingkat individu masyarakat Indonesia untuk mengklasifikasikan sampah agar sampah-sampah tersebut mudah untuk segera didaur ulang.
Hal ini juga dibutuhkan perubahan mindset individu masyarakat Indonesia.
"Jadi saya pikir ekosistem ini membutuhkan kesepakatan bersama. Komitmen juga dibutuhkan, dan salah satu hal penting yang dibutuhkan adalah merubah mindset komunitas bersama. Jadi kita membutuhkan usaha kolaboratif."
Selain itu peran anak muda juga dinilai penting untuk menciptakan mindset baru lintas generasi, tidak hanya bagi generasi muda, tapi juga generasi tua.
Sebab perspektif anak muda menurut Amalia sangat berpengaruh.
Pemuda Indonesia dapat membantu pemerintah untuk mengatur ekosistem baru untuk mengimplementasikan sirkular di kehidupan sehari-hari dan mempengaruhi pemerintah pusat maupun daerah untuk bersama membuat kebijakan yang mendukung ekonomi hijau di Indonesia.
"Saya pikir ini akan sangat penting. Karena management sampah juga dimulai dari tingkat daerah. Jadi ini agenda besar untuk sirkular untuk mengimplementasikan sistem manajemen sampah (waste management system) dan manajemen sampah rumah tangga (household waste management system) yang sebenarnya harus diatur Pemda. Jadi saya pikir membangun konsensus, membangun mindset, dan bekerja sama dengan Pemda penting untuk membangun sirkular system di negara kita," ujarnya.