Tidak Pernah Untung
Ekonom sekaligus Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan mengungkapkan, GOTO dinilai hanyalah perusahaan yang kelihatannya besar.
"Isi (GOTO) sebenarnya hampa. Bisnisnya tergantung dari ‘bakar duit’. GOTO tidak pernah mendapat untung selama berdiri 10 hingga 12 tahun yang lalu," ucap Anthony dalam keterangannya kepada Tribunnews, Sabtu (3/12/2022).
"Total akumulasi rugi GOTO per 30 September 2022 sudah mencapai Rp99,3 triliun. Sekarang pasti sudah lebih dari Rp100 triliun," sambungnya.
Baca juga: IHSG Ditutup Anjlok 1,36 Persen, Bukalapak Pimpin Top Gainers dan GOTO Masih di Jajaran Top Losers
Anthony juga mempertanyakan langkah penyertaan modal PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) terhadap GOTO.
Terlebih sejumlah kalangan menilai langkah investasi itu janggal, sarat konflik kepentingan, hingga berpotensi merugikan negara.
"Anehnya, Telkomsel yang merupakan bagian dari BUMN kok mau membeli saham GoTo yang jelas-jelas sedang rugi, dan kemungkinan besar tidak akan bisa memperoleh untung. Apakah ada yang paksa beli? Siapa? Perlu diusut," tegas Anthony.
"Karena, membeli saham GOTO dengan kondisi perusahaan rugi terus seperti itu, Telkomsel dengan sadar, dan sengaja, melakukan spekulasi, tepatnya gambling, dengan taruhan sebesar nilai pembelian saham Rp6,4 triliun," lanjutnya.
Berdasarkan catatan Anthony, dengan menggunakan harga Rp141 per saham, Telkomsel mengalami rugi Rp3,06 triliun dari investasi di saham GOTO.
Baca juga: Harga Terus Melorot Hingga Rp 123, Saham GOTO Bisa Kena Suspensi?
"Memang rugi ini fluktuatif. Artinya, masih bisa membesar lagi. Karena harga saham GoTo masih sangat mungkin turun lagi. Maka itu, kerugian investasi Telkomsel ini akan menjadi kerugian negara, yang disengaja," papar Anthony.
Padahal, lanjut Anthony, di dalam prospektus GOTO sudah dijelaskan bahwa GOTO tidak bisa memperkirakan prospek bisnisnya di waktu-waktu mendatang.
GOTO dinilai sangat pesimis dapat memperoleh laba, dan sangat pesimis dapat membagikan dividen.
"Secara teori, harga saham perusahaan yang sedang rugi, dengan akumulasi rugi yang sangat besar, dengan prospek bisnis ke depan tidak pasti dan cenderung masih akan rugi, tidak mungkin akan bisa naik," ungkap Anthony.
"Kenaikan harga saham pada kondisi seperti ini patut diduga karena spekulasi atau dimanipulasi," pungkasnya.