Anthony juga mempertanyakan langkah penyertaan modal PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) terhadap GOTO.
Terlebih sejumlah kalangan menilai langkah investasi itu janggal, sarat konflik kepentingan, hingga berpotensi merugikan negara.
"Anehnya, Telkomsel yang merupakan bagian dari BUMN kok mau membeli saham GoTo yang jelas-jelas sedang rugi, dan kemungkinan besar tidak akan bisa memperoleh untung. Apakah ada yang paksa beli? Siapa? Perlu diusut," tegas Anthony.
"Karena, membeli saham GOTO dengan kondisi perusahaan rugi terus seperti itu, Telkomsel dengan sadar, dan sengaja, melakukan spekulasi, tepatnya gambling, dengan taruhan sebesar nilai pembelian saham Rp6,4 triliun," lanjutnya.
Berdasarkan catatan Anthony, dengan menggunakan harga Rp141 per saham, Telkomsel mengalami rugi Rp3,06 triliun dari investasi di saham GOTO.
"Memang rugi ini fluktuatif. Artinya, masih bisa membesar lagi. Karena harga saham GoTo masih sangat mungkin turun lagi. Maka itu, kerugian investasi Telkomsel ini akan menjadi kerugian negara, yang disengaja," papar Anthony.
Padahal, lanjut Anthony, di dalam prospektus GOTO sudah dijelaskan bahwa GOTO tidak bisa memperkirakan prospek bisnisnya di waktu-waktu mendatang.
Baca juga: Harga Saham GoTo Merosot, Driver Gojek Kecewa
GOTO dinilai sangat pesimis dapat memperoleh laba, dan sangat pesimis dapat membagikan dividen.
"Secara teori, harga saham perusahaan yang sedang rugi, dengan akumulasi rugi yang sangat besar, dengan prospek bisnis ke depan tidak pasti dan cenderung masih akan rugi, tidak mungkin akan bisa naik," ungkap Anthony.
"Kenaikan harga saham pada kondisi seperti ini patut diduga karena spekulasi atau dimanipulasi," pungkasnya.
Bakar Uang dan Kinerja Buruk
Pengusaha Peter F Gontha menilai penurunan saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) hingga lebih dari 65 persen terjadi karena tata kelola bisnis yang kurang baik.
Antara lain, akibat persoalan bakar uang dan kinerja usahanya yang buruk karena perusahaan masih mengalami kerugian.
"Menurut saya jika ada penurunan (harga saham) itu wajar, tapi kalau penurunannya hampir 65 persen menurut saya ada masalah kinerja atau cost control dan membakar duit."