Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia berpotensi menjadi negara swasembada energi dan petrokimia sehingga bisa menjadikan Indonesia sebagai negara adi daya di dunia.
Mengutip data Pertamina, Indonesia masih memiliki 31,6 Miliar ton cadangan batubara, terbukti 137 juta ton per tahun potensi biomassa, 143 TSCF gas alam, 40 juta ton per tahun CPO, dan 64 juta ton sampah plastik.
"Semuanya berbasis karbon, sehingga terobosan teknologi diperlukan untuk memaksimalkan potensi karbon tersebut menjadi bahan kimia bernilai tambah tinggi di tengah adanya issue dekarbonisasi," kata Mochamad Sidik Darmawan dari Badan Kejuruan Kimia Persatuan Insinyur Indonesia di Jakarta belum lama ini.
Baca juga: Pemerintah Siapkan Aturan Kurangi Emisi Karbon untuk Genjot Produksi Migas
Sidik didaulat oleh PT Kilang Pertamina International untuk menjadi moderator di presentasi sejumlah Teknologi Lisensor International dalam mempresentasikan teknologi konversi petrokimia dari bahan baku gas alam, batubara, biomassa, dan recycled plastik yang menghadirkan Lisensor di dunia refiney, petrokimia, dan dekarbon seperti Haldor Topse, Axens, Thyssen Krups, KBR, UOP, Lummus, dan CLG.
Namun, kata Sidik yang sangat disayangkan, Indonesia yang memiliki sejumlah sumber daya karbon baik fosil maupun nabati harus terus tergantung pada impor bahan bakar fosil dan petrokimia.
Pertamina sebagai perusahaan energi sudah sangat menyadari potensi besar sumber daya Indonesia dan memprosesnya untuk menggantikan ketergantungan bahan impor tersebut.
"Saya rasa tinggal bagaimana melakukan gebrakan pada ranah pemrosesan bahan baku petrokimia untuk menekan impor dan mensejahterakan rakyat di sekitar sumber bahan bakunya," katanya.
CEO dan Founder Samara Land Group mencontohkan, di industri batubara contohnya, jarang sekali rakyat yang tinggal di daerah penambangan mendapatkan benefit kesejahteraan, karena selama ini batubara harus diekspor ke luar daerahnya.
Baca juga: Ekonom Bhima Yudhistira Sebut Aturan Pasar Karbon di RUU PPSK Butuh Perbaikan
Hadirnya industri Coal to Petrochemicals sendiri tentunya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat sekaligus menekan impor bahan kimia dan tentunya mengurangi defisit current account.
Kelebihan Coal to Chemical setidaknya memanfaatkan batubara untuk rantai polimer industri bukan dibakar untuk mengemisi CO2 seperti halnya PLTU.
"Pertamina sendiri sepertinya telah memiliki roadmap yang jelas akan pemanfaatan sejumlah bahan baku lain seperti gas dan biomassa untuk bahan baku petrokimia," kata Sidik Darmawan.
Ditambahkan Sidik, Samara Land Group melalui anak usahanya VIP Engineering sendiri terlibat dalam sejumlah pengembangan study Coal to Chemicals di Indonesia, termasuk di PT Bukit Asam dan di Bumi Resources-Ithaca.
Baca juga: Sektor Swasta Dinilai Punya Peran Signifikan Untuk Tekan Tingkat Emisi Karbon Global
"Sebagai perusahaan properti dan investasi yang fokus pada pengurangan emisi CO2 melalui sejumlah inovasi proses yang meningkatkan nilai tambah di industri properti, konstruksi, dan bahan kimia. VIP Engineering juga tengah mengembangkan sejumlah proyek terkait dekarbonisasi dan Green Methanol – Green Ammonia," katanya.
“Upaya Samara Land Group dalam pengurangan emisi CO2 telah dibuktikan dengan keterlibatannya dalam sejumlah proyek perumahan Transit Oriented Development (TOD) dan juga inisiasi Coal to Chemicals Industry, dan Green Hydrogen.
Dengan dukungan sejumlah Stakeholders dan Investor, Samara Land Group akan terus terlibat dalam sejumlah inisiasi mendisrupsi kegiatan konstruksi agar lebih ramah lingkungan," katanya.