Dia mengatakan bahwa pernyataan Menhub yang mengatakan kenaikan tarif ferry 20% sangat membebani masyarakat tidak berdasar.
BHS mencontohkan perhitungan secara ekonomi adalah truk pengangkut beras 30 ton di lintas Merak-Bakauheni, tarifnya saat ini adalah Rp 974.278, jika tarifnya naik 20% maka akan mengalami kenaikan sebesar Rp194.855.
Sehingga per kg beras akan mengalami kenaikan harga sebesar Rp. 6,4 saja atau jika harga beras adalah Rp. 10.000/kg maka kenaikannya hanya sebesar 0,064% saja.
Baca juga: Bambang Haryo Khawatir Kebijakan Kemenhub Bahayakan Keselamatan Angkutan Penyeberangan
Bahkan jika tarif angkutan penyeberangan dinaikkan sesuai dengan kekurangan perhitungan yang seharusnya yaitu 35,4%, maka dampaknya hanya 0,11% atau Rp. 11,4 / kg beras.
"Harusnya Menhub paham jumlah transportasi publik dan logistik yang menggunakan ferry jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak menggunakan angkutan ferry. Seperti misal lintas Merak-Bakauheni sebagai lintasan penyeberangan yang terpadat, dalam satu hari sekitar menyeberangkan 5 ribu kendaraan truk, sedangkan jumlah truk yang ada di Indonesia sekitar 6,5 juta unit," ujarnya.
Oleh karena itu, BHS mengatakan yang menggunakan angkutan penyeberangan tidak lebih dari 0.07%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa dampak kenaikan tarif ferry terhadap kenaikan inflasi atau harga barang menjadi jauh lebih kecil secara total kendaraan yang ada di Indonesia.
"Apa yang dikatakan oleh Menhub untuk melindungi masyarakat justru akan menjadi bomerang yang akan menjadi bencana yang besar bagi keselamatan transportasi penyeberangan," katanya.
"Karena bagaimana pengusaha ferry akan bisa menjamin keselamatan dan pelayanan minimim, apabila tarif jauh dibawah perhitungan break event point yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Jangan sampai Menhub, demi untuk politisasi, mengorbankan keselamatan masyarakat yang menggunakan transportasi penyeberangan," ujar senior Investigator KNKT 2008-2014 ini.