Subsidi keseluruhan untuk transportasi, sektor perkeretaapian mendapat porsi yang cukup besar, yakni Rp 3,326 triliun (50 persen).
"Kemudian diikuti transportasi laut Rp 1,47 triliun (22 persen), transportasi darat Rp 1,32 trilun (20 persen), dan transportasi udara Rp 550,137 miliar (8 persen)," kata Djoko.
Sektor transportasi darat mendapat Rp 1,32 triliun (20 persen).
Rinciannya, angkutan jalan sejumlah 327 trayek atau bus perintis di Kawasan 3 T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) dan Perbatasan mendapat Rp 177,42 miliar.
Angkutan antar moda atau angkutan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) 37 trayek sebanyak Rp 36,10 miliar.
Lalu, angkutan barang untuk 6 lintasan Rp 13,51 triliun, angkutan perintis penyeberangan di 273 lintas Rp 584,64 miliar, kapal Ro Ro long distance 2 lintas Rp 18 miliar, dan angkutan perkotaan di 10 kota sebesar Rp 500 miliar.
"Anggaran subsidi Rp 500 miliar dirasa masih kurang mengingat target hingga akhir 2024 ada 27 kota yang harus mendapatkan pembenahan transportasi umum perkotaan," ujar Djoko.
Kini, baru ada 11 angkutan perkotaan yang dikembangkan sejak 2020.
Kota-kota itu adalah Trans Metro Deli di Medan, Trans Musi Jaya di Palembang, Trans Metro Pasundan di Bandung, dan Trans Banyumas di Purwokerto.
Lalu, Batik Solo Trans di Surakarta, Trans Jogja di Yogyakarta, Trans Semanggi Surabaya di Surabaya, Trans Metro Dewata di Denpasar, dan Trans Banjarbakula di Banjarmasin.
Kemudian, ada Trans Mamminasata di Makassar dam Trans Pakuan di Bogor.
Tahun ini, kontrak Public Service Obligation (PSO) menurun menjadi Rp 2,6 triliun dibanding 2022 sebesar Rp 2,8 triliun.
Kontrak PSO terbesar diberikan ke pelayanan KRL Jabodetabek sebanyak Rp 1,6 triliun (64,27 persen).
Selanjutnya, KA Jarak Dekat sebesar Rp 466,2 miliar (18,29 persen), KA Jarak Sedang Rp 216,7 miliar (8,50 persen), dan KRD Rp 152 miliar (5,97 persen).
Lalu, KRL Jogja-Solo Rp 53 miliar (2,11 persen), KA Jarak Jauh Rp 12,4 miliar (0,49 persen), dan KA Lebaran Rp 9,4 miliar (0,37 persen).