TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso menyatakan, pemerintah sebaiknya segera menangkap oknum-oknum yang disebut mafia beras.
"Kalau ada oknum (mafia beras) yang main tangkap saja. Itukan merugikan masyarakat, merugikan rakyat," kata Sutarto saat dihubungi Tribunnews, Senin (23/1/2023).
Menurut Sutarto, naiknya harga beras ditengarai oleh harga gabah yang turut meningkat. Kata dia, beberapa bulan terakhir harga gabah naik sebesar Rp 2.000 berdasarkan Harga Pokok Penjualan (HPP).
"Artinya, pasti menjadi beras sudah pasti mahal. Selama ini memang dilakukan berbagai upaya salah satunya kegiatan operasi pasar (OP). Tapi sebenarnya, OP itu harusnya dilakukan pada saat harga naik, jadi harus tepat," ujarnya.
Baca juga: Jokowi Soroti Kenaikan Harga Beras, Buwas Heran Sudah Intervensi Tapi Masih Mahal, Duga Ada Mafia
Sutarto mengatakan, stok beras pemerintah tak mampu memenuhi konsumsi beras nasional sejak bulan Agustus 2022. Kata dia, seharusnya operasi pasar dilakukan pada saat kondisi paceklik.
"Pada waktu akhir tahun sampai awal tahun itu antara produksi dengan konsumsi bulanannya itu konsumsi lebih tinggi. Itulah disebut dengan paceklik. Pacekliknya mulai bulan Agustus sampai awal Februari. Disitu harusnya pemerintah tidak beli. Jadi justru pemerintah harus melepas cadangannya," ucapnya.
Sutarto menegaskan, Bulog sedianya perlu mengontrol harga beras yang masuk dipasar induk hingga dijual sampai ke tingkat konsumen. Hal tersebut kata dia, untuk memastikan bahwa tak ada oknum yang bermain dalam persoalan beras.
"Misalnya di pegadang Cipinang kemudian di salurkan ke beberapa kios langganan nya, disitu harus harganya ditetapkan maksimum berapa, sehingga tidak ada main-main, tidak ada oknum yang main," paparnya.
Duga Ada Mafia
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengungkap adanya indikasi keberadaan mafia di balik carut marut permasalahan beras di Tanah Air.
Hal ini terlihat dari harga beras yang cenderug naik beberapa waktu belakangan, dan pada saat yang sama Bulog telah melakukan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) atau Operasi Pasar beras di seluruh Indonesia.
Namun, harga beras di pasar di pasar tak kunjung turun alias tetap tinggi karena ulah mafia beras.
"Sekarang kita punya beras itu untuk kepentingan intervensi pasar dan masyarakat dapat harga murah serta kebutuhan tercukupi. Kita sudah lakukan (operasi pasar), tapi saya tidak tau begitu banyak yang kita lepas tapi harganya masih tinggi," ucap pria yang akrab disapa Buwas di Kantor Perum Bulog Jakarta, Jumat (20/1/2023).
"Sebenarnya saya tahu, dan tidak bodoh-bodoh amat, kalau tanda kutip ada mafia, ya memang ada," sambungnya.
Pihaknya sudah meminta Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri untuk segera membongkar polemik beras di dalam negeri.
Dalam melakukan operasi pasar, Bulog menyebut setiap pedagang beras berhak mendapatkan beras dengan harga murah. Dimana Bulog melepas beras untuk operasi pasar dengan harga Rp 8.300 per kilogram (kg).
Maka, seharusnya dengan harga Rp 8.300, Buwas menyatakan sampai ke konsumen maksimal sesuai harga eceran tertinggi (HET) yakni Rp 9.450 per kg.
Baca juga: Mantan Kabareskrim Tapi Tak Bisa Bongkar Langsung Mafia Beras, Ini Penjelasan Buwas
Namun, Buwas mengatakan dari informasi yang ia dapatkan para pedagang justru mendapatkan beras dengan harga mahal. Maka pada akhirnya pedagang menjual dengan harga yang mahal pula.
"Bagaimana dia mau jual murah, karena dia belinya juga mahal. Oleh sebab itu saya tidak mau lagi sekarang, makanya saya undang pedagang sebanyak-banyaknya. Siapa yang mau beli saya buka, tidak koordinator-koordinatoran. Tidak ada mafia. Ngapain ngumpulin pedagang diintimidasi, jangan dipikir saya tidak tahu," katanya blak-blakan.
Ia mengaku memiliki rekaman atas tindakan oknum yang melakukan hal tersebut. Bahkan siapa saja oknum yang melakukan intimidasi pada pedagang, ia juga telah mengetahui.
"Model apa preman-preman gini, masalah beras, urusan perut masyarakat dipakai mainan. Jangan merasa hebat ancam-ancaman. Berani ngancam negara lagi, model mana?," tegasnya.
Jokowi Tegur Bulog
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti harga beras yang mengalami kenaikan dalam beberapa pekan ini.
Hal itu diketahui Jokowi saat dirinya kerap mengecek kebutuhan bahan pokok di pasar sejumlah daerah saat kunjungan kerja.
"Beras, saya sudah dua hari yang lalu memperingatkan Bulog untuk masalah ini karena di lapangan 79 daerah, beras mengalami kenaikan yang tidak sedikit," kata Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) se-Indonesia di kanal Youtube Kementerian Dalam Negeri, beberapa waktu lalu.
Tak hanya beras, urusan harga telur, daging ayam ras dan tomat juga jadi perhatian Jokowi.
Baca juga: Stok Beras Pemerintah 600 Ribu Ton, Kepala Bulog: Aman hingga Idul Fitri.
Baca juga: Update Harga Bahan Pokok: Cabai Turun Signifikan, Beras dan Minyak Mengalami Kenaikan
Dia mengetahui ada sejumlah daerah yang mengalami kenaikan harga bahan pokok tersebut.
"Urusan telur 89 daerah juga mengalami hal yang sama, naik. Urusan kecil-kecil, tomat, 82 daerah mengalami kenaikan dan daging ayam ras 75 daerah mengalami kenaikan," bebernya
Oleh sebab itu, Jokowi turut meminta seluruh kepala daerah terus memantau harga barang dan jasa yang ada di lapangan.
"Sehingga selalu terdeteksi sedini mungkin sebelum kejadian besarnya itu datang sehingga bisa kita kejar dan antisipasi untuk diselesaikan," tandas Jokowi
Impor Beras
Pada akhir tahun kemarin, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah membuka pintu impor beras sebanyak 500 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan cadangan beras pemerintah (CBP).
Beras tersebut didatangkan secara bertahap hingga Februari 2023 dan berhenti jelang panen raya.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengataka, impor beras sebanyak 500 ribu ton. Kata Zulhas, kebijakan impor beras dilakukan setelah pihaknya melakukan rapat terbatas (Ratas) dengan pemerintah.
Kepala Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan, beras impor yang dipesan pemerintah itu, bakal mendarat di Indonesia sebelum memasuki panen raya.
Baca juga: Pedagang Tempe Ngeluh Harga Kedelai Masih Tinggi Meski Sudah Ada Impor, Berharap Bisa Seperti Dulu
"Beras impor yang 300.000 akan datang segera. Kesempatan kita sampai Februari ini, setelah itu kita semua panen raya, tidak ada alternatif untuk impor lagi," kata Arief.
Sebab kata dia, menjelang panen raya sudah tidak diberlakukan lagi impor beras untuk pemenuhan cadangan dalam negeri.
"Kita akan stop, jadi 500.000 ton beras hanya bridging sampai panen raya. Panen raya nanti, kalau menurut BPS akan ada Februari akhir," tuturnya.
Jadikan Cadangan
Pengamat sekaligus Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa, meminta pemerintah untuk menyimpan beras impor yang direncanakan datang pada Februari 2023 mendatang.
Menurut dia, 300 juta ton beras impor sebaiknya digunakan sebagai cadangan beras pemerintah (CBP) di tahun 2023 ini. Terlebih, untuk menstabilkan harga bagi para petani.
"Saya kira bulan depan sudahlah stop. Semua beras impor masuk saja gudang Bulog. Simpanan untuk menghadapi tahun 2023, jangan ada yang dikeluarkan. Biar petani menikmati harga yang baik," kata Dwi Andreas.
Baca juga: Jelang Musim Panen, Mendag Minta Bulog Segera Salurkan Beras Impor ke Pasar-pasar hingga Daerah
Selain itu, Andreas mengatakan, rencana Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang akan membanjiri Pasar Induk Beras di Cipinang berpotensi menstabilkan harga beras khususnya di wilayah Jabodetabek.
"Sebenarnya pengaruhnya sangat kecil, karena itu jauh dibanding total konsumsi nasional. Kalau total konsumsi nasional 2,5 juta ton per bulan. Sehingga menggelontorkan dengan angka 30 ribu ton beras, barangkali berpengaruh di daerah Jabodetabek atau di Jakarta," tutur dia.
Mengutip hargapangan.id, per Senin (16/1/2023), harga beras kualitas bawah I Rp 11.550 per kg, beras kualitas bawah II Rp 11.250 per kg, beras kualitas medium I Rp 12.750 per kg.
Beras kualitas medium II Rp 12.600 per kg, beras Kualitas super I Rp 14.050 per kg, beras kualitas super II: Rp 13.700 per kg