TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membeberkan tantangan di sektor properti, di antaranya jumlah kekurangan hunian atau backlog perumahan.
Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto mengatakan, pihaknya mencatat jumlah backlog menembus 12,75 juta unit rumah.
"Berdasarkan data tahun 2020, angka backlog kepemilikan rumah ini mencapai 12,75 juta. Ini belum termasuk dengan adanya pertumbuhan keluarga baru sebesar 700.000 sampai 800.000 per tahun," ujarnya dalam webinar Kuat Bersama Sektor Properti sebagai Lokomotif Pemulihan Ekonomi, yang ditulis Kamis (25/1/2023).
Data yang disampaikan Kementerian PUPR itu tentu saja akan menjadi pekerjaan rumah bagi industri jasa keuangan dalam menyediakan pembiayaan yang mumpuni.
Baca juga: Percepat Penyelesaian Backlog Perumahan, BTN Gandeng 34 Developer
Belum lagi potensi resesi yang bisa saja menggerus tingkat permintaan masyarakat untuk memiliki rumah.
Seperti diketahui, Bank Dunia mengumumkan pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun 2023 menjadi 1,7 persen, angka ini lebih rendah 1,3 poin persentase dari perkiraan
sebelumnya yang saat itu di patok 3 persen.
Oleh karena itu, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN sebagai bank spesialis kredit perumahan terus memutar otak untuk bisa menghadapi berbagai tantangan yang ada tersebut.
Sebelum masuk ke strategi BTN dalam mempersempit backlog perumahan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan kredit perumahan bisa dijadikan surat berharga sehingga dapat dijual-belikan di pasar sekunder.
Menurutnya, hal ini menjadi sesuatu terobosan yang sedang dipelajari oleh Kementerian Keuangan.
"Bagaimana jika kredit perumahan dijadikan surat berharga yang dapat diperjualbelikan di pasar sekunder? Konsep ini tengah dirumuskan dalam rangkaian acara menuju G20 Indonesia,"kata Sri Mulyani dikutip dari instagramnya, Jumat (7/7/2022).
Ia meyakini surat berharga bertujuan menciptakan pembiayaan yang lebih maju dari berbagai jenis aset, namun utamanya lebih ditujukan untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Sejak 2010 hingga pertengahan tahun ini, APBN telah menyalurkan subsidi senilai Rp85,7 triliun atau setara 1.038.538 unit rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah," urai Sri Mulyani.
Pada tahun 2022, terang Menkeu, pemerintah menargetkan pemberian subsidi untuk 200.000 unit rumah melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Kurangi Beban APBN