Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, FRANKFURT - Ekonomi zona Euro mencatat pertumbuhan pada kuartal keempat tahun 2022 di tengah meningkatnya biaya energi di kawasan itu.
Dikutip dari Reuters, Produk Domestik Bruto (PDB) di blok itu meningkat 0,1 persen pada periode Oktober hingga November tahun lalu, menurut data dari Kantor Statistik Eropa (Eurostat) yang terbit hari ini, Selasa (31/1/2023).
Angka PDB pada kuartal keempat 2022 berhasil mengungguli ekspektasi dalam jajak pendapat Reuters untuk penurunan 0,1 persen.
Baca juga: Kapitalisasi Pasar Raksasa Barang Mewah LVMH Mencapai 400 Miliar Euro
Di antara negara-negara zona Euro terbesar, Jerman dan Italia mencatat tingkat pertumbuhan negatif untuk kuartal tersebut sedangkan ekonomi Prancis dan Spanyol tampak berkembang, tambah Eurostat.
Perang Rusia-Ukraina yang hampir berlangsung setahun memberikan dampak yang besar bagi zona Euro, yang saat ini tercatat memiliki penduduk 350 juta jiwa di 20 negara, mengingat ketergantungan beberapa negara di kawasan itu pada energi murah.
Lonjakan harga minyak dan gas telah menguras tabungan dan menahan investasi, serta memaksa Bank Sentral Eropa (ECB) menaikkan suku bunga yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mengekang inflasi.
Namun, ekonomi di Zona Euro juga telah menunjukkan ketahanan yang tidak terduga, seperti selama pandemi COVID-19, ketika pertumbuhan mengungguli ekspektasi karena sektor bisnis dapat menyesuaikan diri lebih cepat terhadap keadaan yang berubah daripada yang diperkirakan oleh pembuat kebijakan.
Data yang lebih baru seperti indikator kepercayaan penting atau data PMI terbaru menunjukkan pertumbuhan mungkin telah mencapai titik terendah dan pemulihan yang lambat sedang berlangsung, dibantu oleh dukungan pemerintah dan musim dingin yang membatasi pengeluaran energi.
Baca juga: Belanda Siapkan 200 Juta Euro untuk Tebus Dosa Soal Sejarah Perdagangan Budak
Namun, gambaran keseluruhan ekonomi di zona Euro tetap lemah, dengan perkiraan pertumbuhan yang kecil untuk tahun 2023 karena penurunan besar dalam pendapatan riil dan lonjakan suku bunga.
"Angka PDB utama memberikan kesan menguntungkan yang menyesatkan tentang kondisi ekonomi pada akhir 2022," kata seorang analis di S&P Global Market Intelligence, Ken Wattret.
"Pengambilan kunci dari data negara-negara anggota adalah luasnya kelemahan dalam konsumsi swasta, dengan tekanan akut pada pendapatan riil rumah tangga akibat melonjaknya inflasi yang terlambat menggigit," tambahnya.
Baca juga: Tingkat Inflasi Zona Euro Bulan Ini Turun Jadi 10 Persen
ECB telah menaikkan suku bunga gabungan 2,5 poin persentase menjadi 2 persen sejak Juli tahun lalu untuk menahan inflasi, dan pasar melihat kenaikan 1,5 poin persentase lainnya pada pertengahan tahun ini, yang akan menempatkan suku bunga deposito pada level tertinggi sejak pergantian abad.
Peningkatan pesat suku bunga dapat mengerem pinjaman bank, sumber utama kredit untuk bisnis, dan akses ke pinjaman telah mengalami penurunan terbesar pada kuartal terakhir 2022 sejak krisis utang blok itu yang terjadi pada 2011.
"Dalam beberapa bulan mendatang, pengetatan kebijakan moneter yang nyata akan semakin memperlambat perekonomian," kata ekonom Commerzbank, Christoph Weil.
"Kami terus mengharapkan ekonomi kawasan euro berkontraksi sedikit pada paruh pertama tahun ini, dan pemulihan yang diharapkan pada paruh kedua kemungkinan akan lemah," sambungnya.