TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG - Hingga saat ini pemerintah belum menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP), namun harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sudah anjlok. Sementara itu, harga beras di pasaran tetap tinggi dan belum ada tren penurunan.
Pemerintah diminta segera merumuskan kebijakan komprehensif di bidang pangan agar tercipta kewajaran pada ketersediaan dan harga pangan.
Anomali harga ini menjadi salah pokok perdebatan panas pada Focus Group Discussion (FGD) tentang pangan yang diselenggarakan Nagara Institute di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (28/2/2023).
Baca juga: Harga Beras Hari Ini Turun Tipis, Termahal di Kalimantan Tengah Rp 17.150 Per Kg
Ini merupakan rangkaian rally FGD Nagara Institute setelah sebelumnya di laksanakan di Jakarta, Bandung dan Makassar sebelum di Palembang kali ini.
Hadir dalam FGD yang dipandu Direktur Eksekutif Nagara Institute Akbar Faizal ini adalah Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru, Deputi I Badan Pangan Nasional (Direktur Ketersediaan dan Stabilitas Pangan) Badan Pangan Nasional I Gusti Ketut Astawa, pengamat ketahanan pangan Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori, peneliti senior Nagara Institute Dr Nurkholis.
FGD ini untuk mencari dan menakar rumusan ketersediaan dan kewajaran harga pangan baik di tingkat petani (produksi), di tingkat distribusi, dan di tingkat konsumen.
Pengamat dan kolumnis pangan Khudori menyoroti kebijakan pangan nasional yang disebutnya mis-orientasi. Menurutnya, masalah pangan muncul lantaran karakteristik pengelolaannya didominasi orientasi pasar, kecuali beras.
“Semua diserahkan pasar. Di dunia, pasar pangan itu distorsif, artifisial dan tidak mencerminkan efisiensi yang sebenarnya. Sebab, ada subsidi-subsidi pada proses produksinya, sehingga seakan-akan harga pangan murah,” jelasnya.
Di sisi lain, terjadi monopoli oleh segelintir pelaku distribusi pangan, dalam terutama beras. Akibatnya, terjadi ketidakwajaran atau ketidakseimbangan antara di tingkat produksi dan konsumen. Kondisi seperti ini jelas merugikan petani sekaligus konsumen, dan diuntungkan adalah segilintir distributor yang memonopoli perdagangan.
Baca juga: Masuk Panen Raya Tapi Harga Beras Terus Merangkak, Sumatera dan Kalimantan Lewati Harga Nasional
Selain itu, menurutnya, masalah pangan di Indonesia lebih diperlakukan sebagai komoditas politik ketimbang komoditas ekonomi. Hal itulah yang menyebabkan kebijakan pemerintah di bidang pangan dan atau pertanian selalu parsial dan tidak menyeluruh. Ssehingga tidak bisa benar-benar menyelesaikan masalah pangan nasional. Karena itulah, meskipun dalam sepekan terakhir harga gabah di tingkat petani menjelang panen raya anjlok, ternyata tidak diikuti penurunan harga beras di tingkat konsumen.
“Kita lihat, meskipun harga gabah di tingkat sudah anjlok, ternyata harga beras tetap tinggi di tingkat konsumen. Ada distorsi di sana,” tegasnya. Ditambahkannya, dengan harga pangan tinggi dan daya beli rendah, akibatnya masyarakat kita mengonsumsi pangan yang kurang bergizi.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengaku pihaknya terus menyiapkan berbagai upaya untuk memperbaiki tata kelola pangan nasional ini. Sampai saat ini, menurutnya, pemerintah memang belum menetapkan HPP. Namun, ia mengakui penurunan harga gabah di tingkat petani sudah terjadi. “Yang sudah baru surat edaran yang dibuat berdasarkan hasil kesepakatan dengan para pelaku industri pangan,” kata Arief.
Baca juga: Harga Beras Mulai Naik, Termahal di Sumatera Barat, Harga Beras Medium Dibanderol Rp 14.083 Per Kg
Belum lama ini, Bappenas memang telah membuat surat edaran berisi kesepakatan harga batas atas GKP di tingkat petani Rp .4.550 per kilogram, GKP di tingkat penggilingan Rp 4.650 per kilogram, dan Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat penggilingan Rp 5.700 per kilogram. Sementara, batas atas beras medium disepakati Rp 9000 per kilogram.
Sebagai dampak dari surat edaran tersebut, harga gabah di tingkat petani di berbagai daerah langsung anjlok. Di beberapa daerah di Jawa Timur, misalnya, harga GKP sudah anjlok dari sebelumnya Rp 5.600 menjadi hanya Rp 3.500 per kilogram. Sementara, harga berasa medium di tingkat konsumen tetap tinggi, masih di atas Rp 10.000 per kilogram.