Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRUBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) menyinggung peredaran atau penjualan pakaian bekas dan baju impor dengan harga murah di Tanah Air.
Presiden KSPN, Rustadi mengungkapkan, beredarnya barang tersebut telah membuat turunnya kinerja produksi industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia.
Kemudian, efek tersebut berlanjut dengan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini dilakukan para perusahaan demi adanya efisiensi.
Baca juga: Kucing-kucingan Pedagang Pakaian Bekas Impor, Akun Dihapus Langsung Ganti Nama
"Kemarin (ada kebijakan) akan distop baju-baju bekas atau thrifting, itu bagian sebagian kecil. Tapi ada sebagian besar memang tidak bekas, tapi harganya lebih murah, maka hancurlah produk-produk dalam negeri ini," ucap Ristadi saat ditemui pada agenda aksi unjuk rasa buruh di kawasan Patung Kuda Jakarta, Senin (1/5/2023).
"Jadi kami prihatin. kami mayoritas anggota kami berada di sektor TPT, maka kami mengeluarkan statement stop importasi barang-barang tekstil baik legal maupun ilegal," sambungnya.
Rustadi mengaku, produk-produk buatan industri lokal sulit bersaing dengan harga produk dari China hingga Bangladesh.
Diketahui, Bangladesh merupakan salah satu negara yang nilai upah buruhnya terkecil di dunia. Sehingga produknya pun dapat dijual dengan harga cukup ekonomis.
"Kenapa (baju baru) yang legal distop, karena yang legal pun harganya lebih murah. Kita enggak kuat bersaing dengan harga produk dari China sama Bangladesh. Ini harus menjadi perhatian Pak Jokowi. Kalau enggak, ya akan terjadi pengangguran tinggi," paparnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ristadi juga menyinggung PHK yang terjadi imbas turunnya permintaan produk-produk TPT.
Ristadi pun mendorong pemerintah untuk dapat memberikan solusi sekaligus kebijakan yang membela para pekerja dan industri sektor TPT.
Terlebih diketahui, industri TPT merupakan industri padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
"Maka pemerintah harus sigap dengan adanya situasi ini, sebab industri tekstil ini padat karya yang paling banyak menyerap tenaga kerja Indonesia, ada jutaan. Beda dengan padat modal, ini harus jadi perhatian serius Pak Jokowi," pungkasnya.