News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ramai-ramai Kurangi Candu Dagang ke China, Indonesia Bisa Ambil Kesempatan

Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi peti kemas di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang

Laporan Wartawan Tribunnews Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, saat ini sistem perdagangan global tengah mengalami pergeseran.

Hal tersebut akan membuat rantai pasokan internasional baru dalam beberapa dekade mendatang, di mana ada banyak alasan mengapa bisa terjadi.

"Kita sebut saja alasannya ya pemirsa. Mulai dari adanya lonjakan harga, gangguan pengiriman, ketergantungan dengan satu pabrik atau negara, persaingan sengit antar negara seperti Amerika dan China, dan terakhir mungkin saja akibat invasi yang di mana hal ini tengah membuat akses ke barang barang tertentu menjadi lebih sulit," ujar dia melalui risetnya, Senin (8/5/2023).

Baca juga: BPS: Neraca Dagang Indonesia Surplus 2,91 Miliar Dolar AS di Maret 2023

Menurutnya hal ini jelas telah mendorong negara negara untuk berbenah dan melakukan transformasi yang dikenal dengan reglobalisasi.

Nico menilai, memang proses ini tentu akan memakan waktu bertahun tahun, tapi dampak positif yang dihasilkan akan terasa selamanya.

"Kita tidak lagi bergantung terhadap salah satu negara, seperti contohnya China, sebagai salah satu mata rantai pasokan global terpenting, setidaknya untuk saat ini. Memang integrasi ekonomi antar negara atau perjanjian perdagangan telah membantu banyak negara melewati krisis, namun itu tidaklah cukup," katanya.

Bertambahnya ketegangan antara Amerika dan China juga memicu spekulasi adanya pemisahan sektoral antara Amerika dan China.

Nilai impor barang dan jasa China ke Amerika, telah mencappai rekor tertinggi pada tahun 2022, di mana tahun lalu impor barang Amerika dari China yang telah dikenakan tarif telah turun sekitar 14 persen dibanding ketika terjadinya perang dagang pada tahun 2017 silam.

Ini artinya, di tengah situasi dan kondisi saat ini yang menuntut Amerika untuk tetap menghadirkan pasokan, mau tidak mau, Amerika juga harus melunak terhadap impor barang barang dari China.

Adapun ini sebelumnya sudah disampaikan oleh Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen, bahwa tarif yang diberikan dari Amerika ke China, harus segara dikurangi untuk mengurangi dampak inflasi akibat terbatasnya suplai yang ada.

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, Amerika telah berusaha untuk menyampaikan kepada perusahaan perusahaan di Amerika untuk melakukan diversifikasi impor yang dilakukan dari China.

Baca juga: Neraca Dagang Indonesia Surplus 5,48 Miliar Dolar AS di Februari 2023

"China juga membagi Sebagian total impor ke Amerika kepada negara negara pengekspor yang ada di Asia, seperti Vietnam, India, Taiwan, Malaysia, dan Thailand. Hal ini dilakukan China untuk mengurangi dampak tarif yang diberikan oleh Amerika kepada China," tutur Nico.

Alhasil, pada tahun lalu nilai impor dari China ke Amerika terus mengalami penurunan, bahkan hanya tumbuh 6 persen, berbeda dengan impor dari Eropa yang justru mengalami kenaikkan hampir 13 persen.

Hal ini membuktikan bahwa banyak negara, khususnya Amerika mulai melakukan diversifikasi rantai pasok global mereka.

"Contoh yang paling nyata adalah Apple, yang di mana mereka begitu sangat bergantung dengan China. Alhasil, ketika China mengalami lockdown akibat Covid, pembatasan Zero Covid, yang akhirnya berdampak terhadap krisis pasokan global, Apple akhirnya memindahkan focus produksinya ke India," ujar dia.

Nico menambahkan, saat ini India telah memproduksi lebih dari 7 miliar dolar AS iphone, dan India pun memberikan kontribusi 7 persen dari produk yang dibuat Apple secara global.

Baca juga: Mendag Zulkifli Hasan Bertolak ke Inggris, Perkuat Kerjasama Dagang dan Ekspor Kopi Indonesia

"Penjualan tahunan di India pun mengalami kenaikkan menjadi 6 miliar dolar AS. Sejauh ini, banyak negara negara yang ingin mengurangi ketergantungannya dengan China sebagai pemain mata rantai pasok global yang sudah lama," katanya.

Hal ini yang turut serta untuk mendorong dunia melakukan regobalisasi, sehingga menjadi sebuah kesempatan bagi negara negara Asia untuk ikut berkontribusi dalam mata rantai pasokan global.

"Sehingga hal ini mampu mengurangi ketergantungan dan memberikan kesempatan bagi negara lain untuk ambil bagian, tidak terkecuali semoga Indonesia bisa menjadi mata rantai pasokan global juga dari Asia. Tidak mudah memang, kami yakin apabila dilakukan sedari sekarang, maka kita pun juga tidak lagi bergantung dengan China," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini