Maino menyebut, di sisi hulu terjadi kenaikan biaya produksi yang luar biasa. Pertama disebabkan karena pakan. Dimana per Senin (22/5) harga jagung di peternak Rp 5.800 sampai Rp 6.000 per kilogram.
Padahal harga acuan jagung untuk pakan ialah Rp 5.000.
Kedua dari harga konsentrat atau bahan pokok pakan juga alami kenaikan dalam beberapa minggu terakhir.
"Informasi teman peternak mengalami kenaikan cukup tinggi, sehingga bea pokok produksi naik tinggi. Sehingga berdampak bea pokok produksi peternak dan ujungnya sampai di konsumen alami kenaikan," kata Maino.
Ia mengungkapkan, saat ini ongkos produksi telur per kilogram sekitar Rp 24.000 hingga Rp 25.000 yang disebabkan komponen pakan yang naik.
Selanjutnya, di hilir terdapat biaya distribusi, bongkar muat, packing dan lainnya. Maka harta telur di tingkat konsumen saat ini diatas Rp 30.000.
Adapun saat ini harga rata-rata telur secara nasional ialah Rp 31.000 per kilogram.
Genjot Produksi
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi, mengungkapkan alasan harga telur ayam yang masih mahal hingga tembus Rp 32.000 per kilogram (Kg).
Menurut dia, pemerintah tengah menjaga harga telur ayam di kalangan peternak ayam untuk memaksimalkan produksi telur agar lebih banyak.
Terlebih, pemerintah saat ini tengah menjalani program bantuan pangan berupa telur dan daging ayam untuk 2,4 juta Keluarga Rentan Stunting (KRS) di 7 provinsi.
"Harga telur ayam memang kita jaga di tingkat peternak, agar peternak dapat melanjutkan produksi dan meningkatkan produktifitasnya," kata Arief saat dihubungi Tribunnews.
Baca juga: Kata DPR, Lonjakan Harga Telur Akibat Peternak Bertarung dengan Perusahaan Besar
Arief mengatakan, pemerintah juga sebelumnya telah menyiapkan harga yang wajar untuk para peternak, pedagang dan konsumen.
"Ini semacam closed loop yang dibuat dari hulu melibatkan peternak mandiri untuk dapat berkontribusi, dalam menurunkan stunting dengan pemberian sumber pangan protein ke masyarakat," jelasnya.